Berita Golkar – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia devisa negara hilang sebesar Rp 63,6 triliun akibat impor LPG. Bahlil menyebut konsumsi gas masyarakat Indonesia mencapai 8 juta ton per tahun, sedangkan industri LPG hanya 1,7 juta ton.
“Selebihnya kita impor. Impor kita 6 sampai 7 juta ton,” kata Bahlil dalam acara Relawan Pengusaha Muda Nasional (Repnas) di Menara Bank Mega, Jakarta Selata, pada Senin (14/10/2024).
Dalam pemaparan materi, angka itu berdasarkan asumsi harga LPG sebesar US$ 580 per ton dengan kurs Rp 16.000 per dolar AS. Bahlil bercerita pemerintah tiap tahun juga telah menyubsidi gas LPG sekitar 60-80 triliun per tahun.
Dari subsisi ini, Bahlil menyebut masyarakat sebenarnya hanya membeli LPG seharga Rp 5.700 hingga Rp 6.000 dengan asumsi harga Rp 18.000. “Sejak 2006-2007 harga gas tidak dinaikkan,” kata Bahlil dikutip dari Tempo.
Karena itu, Bahlil menyebut pembangunan jaringan gas atau jargas perlu dilakukan untuk mengurangi impor. Dia menyebut Indonesia bisa mati kalau tergantung dengan impor. “Jargas ini harus kita buat, kalau tidak nanti impor lagi, impor lagi, lama-lama mati dengan impor kita,” kata Bahlil.
Bahlil menyebut pemerintah ke depan merancang pembangunan industri gas untuk kualitas yang bisa dikonversi ke LPG C3 atau C4 atau butana. Bahlil menyebut jargas di beberapa daerah juga masih kecil. Bahlil menyebut jargas di Jawa Timur saat ini hanya 6 persen; Jawa Barat baru 4 persen, dan di Jawa Tengah baru 2 persen.
“Karena pipanya nggak dibangun. Saya udah minta kepada Menteri Keuangan kemarin, ini pipa-pipa ini kita harus bangun sebagai jalan tol, supaya apa? Biaya yang kita berikan kepada rakyat untuk membeli gas itu terjangkau,” kata Bahlil.
Bahlil menyebut Kementerian ESDM juga telah menghitung SKK Migas dan Pertamina soal potensi gas di Indonesia. Dalam perhitungan itu, ada sekitar 1,5 juta sampai 2 juta ton yang bisa diproduksi.
“Sisanya kita bikin jargas. Saya kebetulan menganut mazhab kedaulan harus kita lakukan berdiri di kaki sendiri untuk mengelola sumber daya alam kita,” kata Bahlil. {}