Berita Golkar – Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menyoroti keras Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan yang tengah dirancang Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Misbakhun berpendapat bahwa aturan terkait produk tembakau dalam RPP ini tidak hanya mengganggu keberlangsungan industri hasil tembakau, tetapi juga bertentangan dengan Undang-Undang Kesehatan yang ada.
Dalam Sarasehan Ekosistem Pertembakauan yang diselenggarakan secara virtual, Misbakhun mengatakan, “RPP ini sama saja ingin menjadikan Indonesia sebagai pelaksana dari FCTC (Framework Convention on Tobacco Control). Ini adalah langkah yang salah dan harus dihentikan,” ungkap politikus Partai Golkar tersebut dalam keterangannya, Rabu (4/10/2023).
FCTC adalah sebuah konvensi internasional yang dibentuk oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dengan tujuan untuk mengendalikan penggunaan tembakau. Ini mencakup berbagai aturan, mulai dari pelarangan iklan dan promosi produk tembakau, peningkatan pajak, hingga pelarangan merokok di tempat umum.
“Standarisasi terhadap produk tembakau dalam RPP ini sama dengan FCTC. Ini akan mempengaruhi masa depan industri hasil tembakau (IHT) kita,” tegas Misbakhun.
Tidak hanya itu, Misbakhun juga membeberkan beberapa klausul lain dalam RPP yang dinilainya kontroversial. Salah satunya adalah aturan penjualan rokok, yang melarang penjualan rokok eceran dan menetapkan penjualan minimal 20 batang per bungkus. “Aturan ini akan membuat bea cukai pusing dan berdampak langsung pada industri,” ujarnya sarkastis.
Menurut Misbakhun, Kementerian Kesehatan telah melampaui kewenangannya dalam merancang RPP ini. “Isinya bertentangan dengan UU Kesehatan. RPP seharusnya bertujuan untuk melaksanakan UU, bukan mengubahnya,” tuturnya.
Misbakhun menegaskan bahwa negara harusnya berfungsi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat, termasuk dalam hal industri hasil tembakau yang melibatkan banyak pihak, mulai dari petani hingga industri periklanan.
Di kesempatan yang sama, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Jawa Timur, Adik Dwi Putranto, mengatakan bahwa kebijakan terkait industri hasil tembakau harus selaras dengan upaya peningkatan investasi dan industrialisasi di Indonesia.
“Kondisi industri hasil tembakau saat ini memang sudah menurun, dan RPP ini akan memperburuk situasi tersebut,” ungkapnya. {sumber}