Misbakhun: Instrumen Fiskal dan Moneter Harus Diorkestrasi Sinergis Jadi Motor Pertumbuhan Ekonomi

Berita GolkarKetua Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Mukhamad Misbakhun, menegaskan perlunya restrukturisasi besar-besaran dalam desain kebijakan fiskal Indonesia agar mampu mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen. Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam diskusi panel bersama GREAT Institute yang mengangkat tema Transformasi Ekonomi Nasional: Pertumbuhan Inklusif Menuju 8%.

Menurut Misbakhun, dua instrumen utama yakni fiskal dan moneter harus diorkestrasi secara sinergis agar menjadi motor pertumbuhan. “Kalau fiskal bisa memberikan dorongan pertumbuhan 5 persen, kemudian engine moneter menambah 3 persen, maka pertumbuhan 8 persen itu sangat mungkin tercapai. Inilah yang harus kita kuatkan bersama,” ujar Ketua Umum Depinas SOKSI ini.

Misbakhun mencontohkan, pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Indonesia sempat mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 7 persen. Salah satu pendorong utamanya adalah ekspansi kredit yang tumbuh hingga lebih dari 21 persen.

Namun kondisi saat ini berbeda, di mana pertumbuhan kredit hanya berkisar 9,16 persen di kuartal pertama dan bahkan menurun menjadi 8,8 persen di kuartal kedua. Hal ini, kata Misbakhun, cermin adanya kekeringan likuiditas di sektor riil.

“Ekonomi kita sekarang mengalami stagnasi karena uang lebih banyak berputar di sektor keuangan. Perbankan mendapatkan keuntungan dari instrumen seperti SBN dan SR-BI, tetapi sektor riil tidak memperoleh aliran likuiditas yang cukup. Padahal uang seharusnya menggerakkan rantai produksi, membayar karyawan, hingga mendorong konsumsi masyarakat,” jelas Misbakhun dalam paparannya di Menara Bidakara pada Kamis (11/09).

Ketua DPP Partai Golkar ini menekankan pentingnya menurunkan biaya tinggi yang membebani pelaku usaha. Menurutnya, dengan bunga kredit perbankan yang masih berkisar 12–15 persen, banyak usaha menjadi tidak feasible secara bisnis.

“Struktur kebijakan fiskal kita membuat perbankan lebih nyaman bermain di pasar uang ketimbang menyalurkan kredit ke sektor riil. Ini masalah struktural yang harus segera diatasi,” tegas legislator Partai Golkar asal Jawa Timur ini.

Lebih jauh, Misbakhun menyebut Komite Stabilisasi Sistem Keuangan (KSSK) harus memainkan peran sentral dalam mengorkestrasi kebijakan lintas lembaga, dengan DPR RI melalui Komisi XI sebagai pihak yang mengonsolidasikan. Dalam konteks ini, ia mengajak para akademisi dan ekonom di GREAT Institute untuk berkontribusi memberikan desain ulang APBN yang lebih berpihak pada sektor produktif.

“Kesempatan terbesar bagi GREAT Institute adalah bagaimana para ekonom yang lahir dari para insinyur ini bisa menyiapkan desain baru APBN kita. Saya harap GREAT Institute dapat menyiapkan tim yang kuat agar bisa membantu pemerintah, khususnya Menkeu, dalam merumuskan solusi menghadapi persoalan struktural. Ini bukan hanya soal angka, tapi amanat konstitusi UUD 1945, bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup rakyat harus dikuasai dan diatur negara,” pungkas Misbakhun.