Misbakhun Nilai UU HPP Tak Mengandung Larangan Penerapan Multitarif PPN

Berita Golkar – Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menilai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) sebetulnya tidak mengandung larangan penerapan multitarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Menurutnya, ketentuan dalam UU HPP Pasal 7 tidak melarang tarif PPN 11 persen dan 12 persen berlaku secara bersamaan, dengan 11 persen untuk barang dan jasa umum, serta 12 persen khusus barang dan jasa mewah.

“Presiden RI Prabowo Subianto telah menegaskan pada 31 Desember 2024 bahwa kenaikan PPN 12 persen hanya berlaku bagi barang dan jasa mewah. Dalam UU HPP Pasal 7, tidak ada larangan soal penerapan multitarif. Jadi seharusnya tarif 11 persen tetap jalan untuk barang dan jasa biasa, dan 12 persen untuk barang mewah,” kata Misbakhun di Jakarta, Jumat (3/1/2024), dikutip dari Porto News.

Ia menyayangkan penerapan teknis yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 justru menggunakan dasar pengenaan pajak (DPP) dengan nilai lain, yakni 11/12 dari harga jual, penggantian, atau nilai impor. Ketentuan ini, menurutnya, menimbulkan kesalahpahaman karena memicu sejumlah pelaku usaha menerapkan tarif 12 persen untuk transaksi yang bukan tergolong barang dan jasa mewah.

Misbakhun menilai penyusunan aturan teknis seperti PMK seharusnya memakai bahasa sederhana agar tidak memicu tafsir yang berbeda-beda di masyarakat. Ia juga menyoroti singkatnya persiapan bagi pengusaha untuk menyesuaikan sistem saat tarif PPN berubah per 1 Januari 2025.

“Pada akhirnya, PPN terutang memang bisa dihitung ulang melalui SPT masa PPN. Namun, masyarakat bisa saja membayar lebih dahulu dibanding yang sebenarnya wajib dibayar,” jelasnya.

Adapun barang dan jasa yang dikenai tarif PPN 12 persen merujuk pada barang jasa yang tercantum dalam PMK Nomor 15 Tahun 2023 tentang Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Presiden sebelumnya menegaskan bahwa stimulus ekonomi yang telah disiapkan pemerintah akan terus berlaku, walaupun terjadi perubahan objek pajak sasaran PPN 12 persen.

Paket stimulus tersebut menyasar enam sektor, yaitu rumah tangga, pekerja, UMKM, industri padat karya, mobil listrik dan hibrida, serta properti. {}