Mukhtarudin Nilai Proyek Hilirisasi Nasional Mulai Dapat Legitimasi Pasar

Berita Golkar – Anggota Komisi XII DPR RI, Mukhtarudin, menyampaikan apresiasi atas target investasi sebesar Rp1.600 triliun atau US$100 miliar yang dicanangkan pemerintah untuk sektor hilirisasi nasional mulai November 2025.

Target tersebut disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dan dinilai sebagai indikator positif terhadap kepercayaan dunia usaha terhadap arah ekonomi nasional.

“Ini bukan hanya soal besaran angka, tapi sinyal bahwa kebijakan hilirisasi kita mulai mendapat legitimasi dari pelaku pasar dan investor,” ujar Mukhtarudin di Jakarta, Selasa (22/7/2025), dikutip dari Tribunnews.

DPR Dukung Penuh Agenda Hilirisasi

Mukhtarudin yang juga menjabat sebagai Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR RI menilai, kejelasan komitmen investasi tersebut merupakan hasil dari konsolidasi kebijakan hilirisasi nasional yang digencarkan Presiden Prabowo.

Menurutnya, hilirisasi harus diperluas tak hanya pada pembangunan smelter, tapi juga menyasar sektor manufaktur, logistik energi, dan penguatan industri berbasis sumber daya alam (SDA).

“Kita harus bangun ekosistem industri baru. Investasi ini harus diarahkan pada sektor strategis yang bisa mendorong pemerataan ekonomi dan peningkatan daya saing nasional,” tambahnya.

Pengawasan dan Keterlibatan Daerah Jadi Kunci

Mukhtarudin juga menekankan pentingnya tata kelola yang baik agar manfaat investasi bisa dirasakan luas oleh masyarakat dan daerah.

Ia mendorong pemerintah menyusun peta jalan hilirisasi secara rinci, melibatkan BUMN strategis, pelaku usaha nasional, hingga UMKM daerah dalam rantai pasok industri.

“Komisi XII DPR RI akan menjalankan fungsi pengawasan agar kebijakan ini tetap transparan dan inklusif. Ini harus jadi agenda bersama yang dikerjakan dengan sense of urgency,” tegas legislator dari Kalimantan Tengah tersebut.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa hilirisasi adalah fondasi transformasi ekonomi nasional. Keberhasilan target investasi ini akan menjadi tolok ukur suksesnya agenda reformasi struktural di era pemerintahan baru. {}