Berita Golkar – Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Nurdin Halid secara resmi menerima naskah akademik Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Konsumen yang disusun oleh Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI (BK Setjen DPR RI).
Agenda penyerahan dokumen ini menjadi tonggak penting sebagai upaya memperkuat payung hukum bagi konsumen di Indonesia, yang selama ini dinilai belum optimal.
Dirinya menekankan bahwa revisi regulasi perlindungan konsumen merupakan kebutuhan mendesak. Sebab, jelasnya, dinamika pasar mengalami sejumlah tantangan mulai dari transformasi digital, e-commerce, serta pola konsumsi yang semakin kompleks sehingga menuntut adanya regulasi yang adaptif sekaligus berpihak pada konsumen.
“RUU ini bukan hanya soal hukum, tapi juga soal keadilan sosial. Konsumen Indonesia harus dilindungi dari praktik perdagangan yang tidak sehat, misinformasi produk, dan dominasi pelaku usaha besar terhadap konsumen kecil,” tegas Nurdin Halid saat membuka agenda Rapat Dengar Pendapat Panja RUU Perlindungan Konsumen Komisi VI DPR RI dengan Kepala BK Setjen DPR RI Inosentius Samsul di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (26/6/2025), dikutip dari laman DPR RI.
Sebagai informasi, naskah akademik RUU ini disusun secara kolaboratif dengan pendekatan multidisipliner oleh para pakar dari BK Setjen DPR. Dokumen tersebut mencakup evaluasi UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang dinilai tidak lagi mampu responsif terhadap perkembangan ekosistem digital dan kebutuhan perlindungan baru, termasuk perlindungan data pribadi konsumen.
Kepala Badan Keahlian Setjen DPR RI Inosentius Samsul menjelaskan bahwa dokumen akademik ini dirancang dengan mempertimbangkan berbagai studi perbandingan internasional, nasional, dan masukan dari berbagai pemangku kepentingan.
“Kami tidak hanya merevisi, tapi merancang ulang kerangka perlindungan konsumen yang sesuai dengan konteks Indonesia masa kini, termasuk penguatan peran Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN),” jelasnya.
Dalam RUU Perlindungan Konsumen membahas sejumlah poin krusial di antaranya penguatan hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur; mekanisme penyelesaian sengketa yang lebih mudah diakses; perlindungan konsumen dalam transaksi digital dan lintas batas; dan pengenaan sanksi administratif dan pidana yang lebih tegas terhadap pelaku usaha nakal.
Lebih lanjut, Nurdin Halid menekankan Komisi VI DPR RI membuka ruang partisipasi publik secara luas melalui uji publik dan dialog terbuka dalam rangka pembahasan lanjutan. Sebab itu, ia menegaskan pentingnya keterlibatan masyarakat sipil, pelaku usaha, dan akademisi agar RUU ini tidak sekadar normatif, namun juga benar-benar dapat diterapkan secara efektif.
“Kami ingin mendengar suara rakyat. RUU ini harus lahir dari kesadaran bersama bahwa konsumen adalah pilar utama dalam sistem ekonomi,” pungkas Politisi Fraksi Partai Golkar itu. {}