Berita Golkar – Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang tengah dibahas di DPR RI menuai polemik. Meskipun demikian, anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai Golkar, Nurul Arifin menyebut RUU yang beredar bukan produk final.
“Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang tengah dibahas di DPR RI masih dalam proses, jadi belum final,” kata Nurul kepada wartawan, Rabu (15/5).
Nurul menegaskan, tak ada tendensi untuk membatasi kebebasan pers dalam RUU tersebut. Ia mengatakan RUU itu masih dibahas dan terbuka menerima masukan dari mana pun.
“Tidak ada tendensi untuk membungkam pers dengan RUU Penyiaran ini. Komisi I DPR RI terus membuka diri terhadap masukan seluruh lapisan masyarakat terkait RUU Penyiaran karena RUU masih akan diharmonisasi di Badan Legislasi DPR RI,” ujar dia.
Dalam draf RUU Penyiaran, terdapat beberapa pasal yang mendapatkan kritik, seperti pada Pasal 8A ayat (1) huruf (q) dan Pasal 42 yang memberikan KPI wewenang untuk menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran, dan juga Pasal 50B ayat (2) huruf (c) yang memuat larangan isi siaran dan konten siaran menayangkan tayangan eksklusif jurnalisme investigasi.
Jurnalisme investigasi adalah salah satu jenis jurnalistik yang mengedepankan penelusuran panjang dan mendalam terhadap isu yang dianggap janggal atau rahasia.
Meskipun draf RUU telah beredar, Nurul memastikan bahwa masih sangat dimungkinkan terjadinya perubahan dalam RUU itu. “RUU yang beredar bukan produk yang final, sehingga masih sangat dimungkinkan untuk terjadinya perubahan norma dalam RUU Penyiaran,” terang dia. {sumber}