Nusron Wahid Pertanyakan Etika Hakim Konstitusi Arief Hidayat Bicara Prahara MK

Berita Golkar – Politikus Golkar Nusron Wahid mengkritik pernyataan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat soal ada prahara di MK setelah keluar keputusan batas usia capres-cawapres. Menurut Nusron, hal semacam itu tak etik disampaikan ke publik oleh hakim MK.

“Di antara hakim, beda pendapat itu hal biasa. Karena itu, saya aneh bin ajaib ada hakim berbeda, sudah dissenting opinion, kemudian ngomong ke publik ada prahara, ada macam-macam. Ini etikanya di mana?” kata Nusron dalam acara Adu Perspektif detikcom x Total Politik, Rabu (1/11/2023).

Menurut Nusron, menyampaikan argumentasi di persidangan tak boleh disampaikan di luar sidang. Menurutnya, hal itu merupakan etika. “Proses persidangan kok ini. Jadi argumen persidangan di majelis hakim di persidangan disampaikan ke luar. Kan tidak boleh, etiknya begitu,” katanya.

Namun Nusron tak mau menduga-duga alasan hakim Arief melakukan yang demikian. Baginya, jika dia menduga-duga, maka dia anggap ada rekayasa dalam keputusan yang bisa meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden Prabowo Subianto itu.

“Tanya yang bersangkutan. Dugaan saya, saya tak mau menduga-duga nanti salah. Kalau saya menduga-duga, saya menganggap ada rekayasa di Mahkamah Konstitusi, kan saya tak anggap ada rekayasa,” katanya.

Pernyataan Hakim Arief Hidayat

Hakim MK Arief Hidayat menyebut kondisi Indonesia di berbagai sektor kehidupan sedang tak baik-baik saja. Kondisi ini, menurut Arief, belum pernah terjadi, bahkan di era Orde Baru sekalipun.

“Ada indikasi pertanyaan apakah Indonesia saat ini sedang baik-baik saja atau tidak? Saya mengatakan, di berbagai sektor kehidupan, bangsa Indonesia sedang tidak baik-baik saja,” kata Arief dalam acara Badan Pembina Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Jakarta Pusat, Rabu, (25/10/2023).

Dia mengatakan perlu kehati-hatian saat ini. “Ini tidak pernah terjadi di zaman Soeharto, bahkan di zamannya Pak SBY belum tampak betul seperti di zaman sekarang. Oleh karena itu, kita harus hati-hati betul melihat fenomena ini,” ungkapnya.

Dia lalu membahas sistem tata negara dan bernegara. Dia mengatakan saat ini seseorang memiliki partai politik, kemudian perpanjangan tangan di legislatif, eksekutif, yudikatif, hingga media massa.

“Tapi sekarang sistem ketatanegaraan dan sistem bernegara Indonesia, coba bayangkan, dia mempunyai partai politik, dia mempunyai tangan-tangan di bidang legislatif, dia mempunyai tangan-tangan di bidang eksekutif, sekaligus dia mempunyai tangan-tangan di bidang yudikatif,” ungkap dia.

“Kemudian, selain dia menguasai, mempunyai tangan-tangan di eksekutif, legislatif, yudikatif, dia juga mempunyai partai politik, sekaligus dia juga mempunyai mass media. Dia juga mempunyai sebagai pengusaha besar yang mempunyai modal, itu di satu tangan atau beberapa orang gelintir saja,” sambungnya. {sumber}