Berita Golkar – Ketua Bidang Media dan Opini DPP Partai Golkar, Nurul Arifin, menyampaikan apresiasi mendalam atas keputusan Presiden Prabowo Subianto yang secara resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Jenderal Besar H.M. Soeharto, dan Presiden ke-4, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Keduanya ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 116.TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, yang ditetapkan di Jakarta pada 6 November 2025 dalam rangka memperingati Hari Pahlawan 10 November.
Menurut Nurul, langkah Presiden Prabowo tersebut bukan sekadar penghormatan simbolik, melainkan tindakan kenegarawanan yang memperlihatkan kedewasaan politik dan kematangan sejarah bangsa dalam menghargai jasa-jasa para pemimpinnya.
“Presiden Prabowo menunjukkan sikap kenegarawanan dengan mengakui jasa dua tokoh besar bangsa ini. Pak Harto telah meletakkan fondasi pembangunan nasional dan stabilitas ekonomi, sementara Gus Dur menegakkan nilai-nilai kemanusiaan, pluralisme, dan demokrasi,” ujar Nurul Arifin di Jakarta, Senin (10/11/2025).
Ia menegaskan, Indonesia sebagai bangsa besar memiliki perjalanan panjang yang diwarnai oleh kepemimpinan dari berbagai generasi dan latar belakang. Setiap masa memiliki pemimpinnya, dan setiap pemimpin meninggalkan warisan sejarah yang layak dihargai.
Nurul menjelaskan, pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto dan Gus Dur menjadi simbol rekonsiliasi sejarah nasional, di mana dua figur dengan latar ideologi dan konteks politik yang berbeda kini diakui bersama sebagai tokoh bangsa yang berjasa besar bagi republik ini.
“Dengan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto dan Gus Dur, Presiden Prabowo mengajak kita semua untuk menatap masa depan tanpa terjebak pada perbedaan masa lalu. Ini adalah simbol persaudaraan dan penghormatan terhadap perjuangan anak bangsa dari berbagai lintasan sejarah,” katanya.
Lebih lanjut, anggota Komisi I DPR RI itu menuturkan, Partai Golkar memiliki kedekatan historis dengan perjalanan kepemimpinan Presiden Soeharto. Sebagai kekuatan politik yang lahir dan tumbuh di masa Orde Baru, Golkar menurutnya memiliki tanggung jawab moral untuk terus menjaga warisan positif yang ditinggalkan Pak Harto dalam bidang pembangunan dan stabilitas nasional.
“Partai Golkar adalah rumah politik tempat Pak Harto berkiprah dan mengabdi untuk bangsa. Kami menyambut penuh haru dan bangga atas penganugerahan gelar Pahlawan Nasional ini. Bagi keluarga besar Golkar, ini adalah penghormatan atas sejarah yang turut membentuk arah pembangunan Indonesia modern,” ungkapnya.
Nurul juga menyoroti keputusan Presiden Prabowo yang secara bersamaan memberikan penghargaan kepada Gus Dur, tokoh yang dikenal sebagai simbol toleransi, kemanusiaan, dan demokrasi. Menurutnya, pengakuan negara terhadap Gus Dur mempertegas bahwa nilai-nilai kemanusiaan yang beliau perjuangkan masih sangat relevan di tengah situasi sosial dan politik bangsa saat ini.
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pendirinya. Presiden Prabowo telah memberikan teladan bahwa rekonsiliasi sejati lahir dari penghormatan dan keadilan sejarah,” lanjutnya.
Bagi Nurul, keputusan ini sekaligus memperlihatkan arah kepemimpinan Presiden Prabowo yang mengutamakan persatuan dan keseimbangan nasional di atas perbedaan ideologi maupun kepentingan politik. Ia menilai, penghormatan kepada dua sosok presiden lintas generasi itu menjadi momentum baru untuk memperkuat keutuhan bangsa.
“Bangsa ini tidak akan kuat jika terus terjebak dalam perdebatan masa lalu. Keputusan Presiden Prabowo adalah pesan moral bahwa kita perlu berdamai dengan sejarah, menghargai jasa para pemimpin, dan bersatu untuk menatap masa depan,” tuturnya.
Langkah ini juga disambut positif oleh berbagai kalangan, termasuk akademisi, tokoh agama, dan masyarakat luas. Banyak pihak menilai keputusan tersebut sebagai bentuk keberanian moral untuk menempatkan sejarah pada proporsinya, bahwa setiap pemimpin memiliki jasa, peran, dan catatan perjuangannya masing-masing.
Dalam kesempatan itu, Nurul menegaskan kembali posisi Partai Golkar sebagai partai nasionalis-religius yang konsisten menjaga nilai-nilai kebangsaan, sekaligus menghormati keberagaman dan nilai kemanusiaan.
“Partai Golkar berdiri di tengah, menjaga keseimbangan antara nasionalisme dan religiusitas. Semangat itu pula yang diwariskan oleh Pak Harto melalui pembangunan dan stabilitas nasional, serta oleh Gus Dur melalui kemanusiaan dan toleransi,” pungkasnya.
Selain Soeharto dan Gus Dur, pemerintah juga menetapkan delapan tokoh lainnya sebagai Pahlawan Nasional tahun 2025, yakni:
Marsinah – Jawa Timur
Mochtar Kusumaatmaja – Jawa Barat
Hj. Rahma El Yunusiyyah – Sumatera Barat
Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo – Jawa Tengah
Sultan Muhammad Salahuddin – Nusa Tenggara Barat
Syaikhona Muhammad Kholil – Jawa Timur
Tuan Rondahaim Saragih – Sumatera Utara
Zainal Abidin Syah – Maluku Utara
Penganugerahan ini menjadi refleksi dari semangat negara untuk memberikan tempat yang layak bagi mereka yang mengabdikan hidupnya demi bangsa dan kemanusiaan. Langkah Presiden Prabowo, menurut Nurul, adalah manifestasi penghormatan negara terhadap jasa para tokoh bangsa yang telah menorehkan jejak penting dalam perjalanan sejarah Indonesia.













