Berita Golkar – Analis politik dan keamanan internasional Universitas Murdoch dari Australia, Ian Wilson, membeberkan alasan Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) disebut-sebut melirik Partai Golkar.
Wilson mengatakan Jokowi mendekati Golkar salah satunya karena Partai Solidaritas Indonesia (PSI) gagal masuk parlemen.
“Uji coba yang lain yaitu PSI dengan anaknya satu lagi, Kaesang, yang menjadi ketua partai itu tapi dengan hasil dari KPU mereka tidak lolos dari batas ambang empat persen. Jadi, itu tidak bisa menjadi wadah untuk dia,” ungkap Wilson saat wawancara khusus dengan CNNIndonesia.com, Kamis (21/3).
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat PSI hanya meraih 4.260.169 suara nasional atau setara 2,81 persen dari total 151.796.631 suara sah. Sementara itu, ambang batas untuk bisa masuk ke parlemen sebesar 4 persen.
Usai kekalahan itu, Wilson menganggap Jokowi melihat partai lain yang bisa menjadi wadah untuk dia. Belakangan ini, muncul isu Jokowi akan mengambil alih Golkar. Dia juga disebut-sebut akan menjadi anggota partai berlambang beringin ini. Presiden RI itu padahal merupakan kader PDIP.
“Paling tidak untuk masa transisi, dia masih presiden jadi dia orang paling kuat di Indonesia. Tapi, enam bulan ke depan akan menjadi case besar karena [dia] tidak jadi presiden kekuatannya sangat mundur,” lanjut Wilson.
Di kesempatan itu, Wilson mengungkapkan jika Jokowi tak mencari perlindungan sekarang dia akan kesulitan mempertahankan pengaruhnya. Terlebih, Jokowi bukan tokoh oligarki Indonesia atau orang elite-elite atas di negara ini.
“Jadi situasinya bisa agak tidak seaman sekarang. Jadi, dia cari perlindungan sekarang dari partai selagi dia masih laku, masih laris secara politik dengan popularitas [yang dimiliki],” ujar Wilson.
Lebih lanjut, Wilson menerangkan peran Jokowi jika menjadi ketua atau punya pengaruh di Partai Golkar
“Dan kalau misalkan dia jadi pemimpin di Golkar atau cukup punya pengaruh di Golkar, Jokowi masih akan menjadi kekuatan cukup besar di politik Indonesia itu,” kata dia.
Wilson lalu berujar, “Paling tidak dia punya modal: masih populer. {sumber}