Berita Golkar – Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (Mendukbangga/Kepala BKKBN) Wihaji mengingatkan peran penting sosok ayah dalam pengasuhan anak.
Menteri Wihaji, saat memberikan sambutan pada pemutaran film “Panggil Aku Ayah” di Jakarta, Rabu (30/7/2025), menyoroti bahwa sosok ayah tidak hanya secara biologis, tapi, tentang siapa saja yang mampu memberikan perlindungan yang diberikan untuk anak.
“Ada juga bukan ayah, tapi, menghadirkan sosok ayah yang menurut saya siapapun mereka ternyata ada sisi hati sisi kemanusiaan,” dia menambahkan, dikutip dari Antara.
Wihaji menyoroti bahwa di Indonesia terdapat 20,9 persen anak-anak mengalami kondisi tumbuh tanpa peran ayah atau fatherless dan terdapat 11 juta kepala rumah tangga perempuan di Indonesia. Dia menegaskan pentingnya menciptakan kebahagiaan bagi anak-anak Indonesia karena mereka merupakan generasi emas berikutnya.
Sang menteri juga mengapresiasi film tersebut, yang selaras dengan salah satu program (Kemendukbangga)/BKKBN yakni Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI). Film itu merespons gerakan ayah mengantar anak sekolah untuk mendukung pengasuhan setara dalam keluarga, seperti yang digaungkan kementerian tersebut melalui Surat Edaran Mendukbangga/Kepala BKKBN nomor 7 Tahun 2025 tentang Gerakan Ayah Mengantar Anak di Hari Pertama sekolah.
Gerakan tersebut juga menjadi simbol perubahan budaya pengasuhan di Indonesia dari semula yang berpusat pada peran ibu menjadi kegiatan kolaboratif antara ibu dan ayah serta menggambarkan kesetaraan.
Para ahli psikologi juga meyakini keterlibatan ayah dalam pengasuhan akan berpengaruh terhadap kedekatan emosional dan bahkan bisa membuat anak menjadi percaya diri dan berani.
Anak yang diasuh oleh ayah yang aktif secara fisik cenderung mengalami perkembangan fisik yang kuat, yang juga bisa berpengaruh terhadap kemampuan beradaptasi dan rasa percaya diri.
Psikolog dari Universitas Gadjah Mada Novi Poespita Candra, S.Psi, M.Si, Ph.D saat dihubungi ANTARA pada Selasa (15/7) mengingatkan bahwa anak yang tumbuh tanpa ayah bisa saja memiliki ketimpangan psikologis, misalnya anak laki-laki canggung ketika berteman dengan laki-laki, sementara anak perempuan sulit memercayai atau terlalu mudah memercayai laki-laki dewasa. {}