Puteri Komarudin Blak-Blakan Anggota DPR RI Perempuan Hanya Dapat Cuti Melahirkan 1 Minggu

Berita Golkar – Menjadi seorang perempuan pekerja di Indonesia masih memiliki tantangannya sendiri, salah satunya terkait cuti melahirkan. Meskipun diatur dalam Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, cuti melahirkan tak jarang tidak bisa sepenuhnya dinikmati oleh para pekerja. Pun dengan anggota DPR RI.

Anggota Komisi XI DPR RI, Puteri Komarudin, bercerita kepada kumparan WOMAN di program Ladies Talk seputar cuti melahirkan. Puteri mengungkapkan, ia kurang paham mengapa para perempuan legislator tidak memiliki keleluasaan untuk mengambil maternity leave.

“Aku nggak tahu sih, ya, ini karena dunia politik itu begitu dinamis atau memang kebiasaan kita yang belum acknowledge kalau misalnya perempuan itu punya kebutuhan tertentu. Jadi, sebagai seorang politisi, kita memang tidak punya keleluasaan untuk mengambil maternity leave misalnya,” jelas anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar ini.

Puteri bercerita, saat ia hamil dan melahirkan anaknya beberapa waktu lalu, ia hanya menerima cuti selama satu minggu. Padahal, di UU Ketenagakerjaan, total cuti melahirkan yang bisa diambil oleh perempuan pekerja bisa mencapai tiga bulan. Dalam UU, dijelaskan bahwa perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan, menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.

“Jadi waktu kemarin aku melahirkan, maternity leave aku cuma satu minggu. Karena setelah itu aku harus melakukan tugas-tugas di DPR lagi, karena masyarakat tidak bisa menunggu, aku sudah berkomitmen untuk menjadi seorang wakil rakyat,” jelas Puteri.

“Jadi ketika aku bilang aku baru melahirkan, ya, mereka (rakyat) pun tetap punya tuntutan yang sama, yaitu aku melayani apa yang menjadi aspirasi mereka, tetap menjadi jembatan aspirasi mereka dengan pemerintah.”

Anak dari politisi senior Ade Komarudin ini mengatakan, ia bukan satu-satunya yang merasakan ini. Rekan-rekannya di parlemen juga tidak bisa menikmati hak cuti melahirkan sepenuhnya. Bahkan, ada yang tidak mendapatkan cuti melahirkan sama sekali, meskipun perempuan tersebut menjalani persalinan caesar.

Kendati demikian, Puteri menegaskan bahwa ia bersyukur memiliki support system yang baik di sekelilingnya.

“I am blessed with keluarga yang memang mengerti target aku, impian aku, punya keluarga yang mendukung. Itulah yang bisa membuat aku bertahan hingga hari ini menjadi seorang anggota dewan perempuan yang usianya tergolong jauh di bawah rata-rata temanku yang ada di DPR,” ucap perempuan berusia 30 tahun ini.

Menimbang cuti melahirkan hingga enam bulan

Puteri mengaku, fenomena ini menjadi refleksi tersendiri bagi mereka yang duduk di bangku legislatif. Ia mengatakan, DPR saat ini tengah memperjuangkan Rancangan Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA). RUU KIA ini sempat ramai diperbincangkan pada pertengahan 2022 silam.

“Tapi, ya, tentu ini menjadi salah satu refleksi kita ya, karena kan sekarang DPR sedang memperjuangkan yang namanya RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak di mana di situ diusulkan cuti perempuan itu enam bulan. Nanti, bapaknya juga dikasih cuti untuk paternity leave seperti yang telah menjadi kebiasaan di luar negeri sampai empat bulan, kalau tidak salah,” papar Puteri.

Dalam 4 ayat (2) huruf a RUU KIA, disebutkan bahwa karyawan perempuan berhak mengambil cuti enam bulan, dengan gaji dibayarkan penuh selama tiga bulan pertama dan 75 persen pada tiga bulan selanjutnya. Kemudian, dalam pasal 6 ayat (2) huruf a, cuti pendampingan untuk suami juga diberikan dengan waktu maksimal 40 hari.

Namun, Puteri mengatakan, RUU KIA ini masih dibahas oleh DPR RI karena banyak hal yang masih menjadi pertimbangan. Salah satu yang dipertimbangkan adalah produktivitas masyarakat Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan luar negeri, sehingga mendapatkan pertentangan dari dunia usaha.

“Nanti akan proses pemulihan ekonomi yang sekarang bisa terdisrupsi karena ini, dan berbagai pertimbangan lainnya. Jadi, ini masih menjadi salah satu apa yang masih dibahas, lah, masih dalam proses pembahasan di Komisi VIII,” pungkasnya. {sumber}