Puteri Komarudin Desak Pemerintah Terbitkan PP Peralihan Pengawasan Aset Kripto

Berita Golkar – Keberadaan industri aset keuangan digital (AKD)/aset kripto (AK) di Indonesia ini telah melibatkan hingga 21,63 juta investor dengan total transaksi Rp 475,13 triliun per Oktober 2024.

Jumlah ini bahkan melebihi investor pasar modal yang masih di sekitar  14,35 juta. Selain itu, instrumen investasi aset ini memiliki risiko yang tinggi dan sering marak kemunculan aset kripto ilegal.

Untuk itu, pemerintah diminta untuk segera menerbitkan peraturan pemerintah (PP) sebagai ketentuan pelaksana atau teknis terkait  pengalihan pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk aset kripto, dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuagan (OJK). Ini diperlukan untuk memberikan kepastian hukum dalam peralihan kewenangan tersebut.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), PP itu menjadi aturan teknis peralihan pengaturan aset kripto dari Bappebti ke OJK.

Mengutip pasal 312 ayat (1) UU P2SK, peralihan itu secara penuh paling lambat dilaksanakan 24 bulan sejak UU itu disahkan pada 12 Januari 2023 atau tepatnya 12 Januari 2025.

Sementara itu, untuk PP peralihannya semestinya sudah harus ditetapkan  paling lambat enam bulan sejak UU PPSK diterbitkan atau 12 Juli 2023.

Nyatanya, hingga saat ini, PP aset kripto belum juga berlaku, kendati kabarnya sudah diteken sejumlah menteri terkait. Jika PP itu belum berlaku, tim transisi yang terdiri atas OJK, Bank Indonesia (BI), dan Bappebti tidak dapat dibentuk.

“Makanya, kami terus mendesak pemerintah beserta regulator terkait agar segera merampung peraturan turunan ini untuk memberikan kepastian hukum dalam menjalankan peralihan kewenangan tersebut,” ujar anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Puteri Komarudin kepada Investor Daily, Senin (30/12/2024).

Puteri mengaku, dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI bersama OJK pada 18 November 2024 lalu, pihaknya sudah mengingatkan OJK untuk mendorong pemerintah agar mempercepat terbitnya PP tersebut.

“Dan, hal tersebut juga telah tertuang dalam kesimpulan rapat,” ucap anggota legislatif dari Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) tersebut.

Ia menginformasikan, PP itu kini masih dalam bentuk rancangan yang tengah dalam proses pembahasan dan finalisasi oleh pemerintah dan regulator terkait.

Padahal, proses peralihan kewenangan pengaturan dan pengawasan aset kripto dari Bappenti ke OJK secara keseluruhan harus selesai pada 12 Januari 2025.  “Masih ada waktu yang tersisa untuk segera menyelesaikan peralihan ini sebaik mungkin,” tegas dia.

Menurut Puteri, OJK harus terus berkoordinasi dengan Bappebti dan regulator lain untuk memastikan agar proses transisi ini berjalan dengan lancar dan soft landing. Sehingga, kegiatan operasional dan proses bisnis yang telah berjalan terkait dengan aset kripto tidak mengganggu.

“Makanya, OJK perlu menjamin terciptanya ekosistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi,” tandas dia.

Untuk itu, Puteri menambahlan, OJK perlu memastikan kesiapan dari segi kelembagaan dan regulasi, perizinan, infrastruktur dan teknologi pengawasan, sumber daya manusia (SDM) pengawas, bursa, penjaminan, mitigasi risiko, keamanan data, hingga perlindungan konsumen.

“Kami tekankan agar OJK dapat memastikan aspek perlindungan bagi konsumen dan investor, termasuk menjamin upaya untuk edukasi kepada masyarakat terkait manfaat dan risiko dari aset ini,” pungkas Puteri. {}