Berita Golkar – Anggota Komisi XI DPR Puteri Anetta Komarudin mengingatkan pemerintah agar hati-hati dan cermat merespons kebijakan tarif impor Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Salah satunya, kata Puteri, perlu mengantisipasi dan mencegah maraknya produk ilegal dari luar yang tidak terserap di pasar Amerika Serikat.
“Pemerintah juga perlu memperketat dalam mengawasi lalu lintas perdagangan guna mengantisipasi risiko masuknya peredaran barang dari negara lain yang tidak terserap di pasar AS. Jangan sampai produk ilegal tersebut membanjiri pasar kita karena tentu akan mengancam keberlangsungan produk industri dan UMKM lokal,” ujar Puteri kepada wartawan, Sabtu (5/4/2025), dikutip dari Investor.
Menurut Puteri, pemerintah perlu melakukan kajian secara teknis dan mendalam atas kebijakan Donald Trump dan segala dampaknya. Kajian tersebut bisa melibatkan seluruh stakeholder terkait sehingga bisa mendapatkan perhitungan mengenai dampaknya secara detail dan komprehensif.
“Dengan begitu, pemerintah beserta otoritas terkait dapat segera merumuskan kebijakan yang tepat dalam memitigasi dampak kebijakan tarif resiprokal ini terhadap stabilitas perekonomian, pasar keuangan, dan nilai tukar rupiah,” tandas dia.
Puteri juga mengapresiasi pemerintah Prabowo-Gibran yang akan segera melakukan negosiasi lagi dengan pemerintahan AS soal kebijakan tarif impor Trump tersebut. Menurut dia, diplomasi perdagangan dengan Amerika Serikat (AS) harus masif dan intensif karena AS merupakan salah satu mitra dagang utama bagi Indonesia.
“Menurut BPS, pangsa ekspor Indonesia ke AS mencapai kisaran 11% pada Februari 2025 sehingga, kebijakan tarif resiprokal ini tentu akan berdampak pada ekspor ke AS. Karenanya, pemerintah harus terus mengupayakan negosiasi guna menjaga daya saing ekspor Indonesia,” pungkas Puteri.
Sebelumnya Donald Trump mengumumkan akan memberlakukan tarif dasar sebesar 10% untuk semua impor ke negara AS. Bahkan, tarif yang lebih tinggi untuk sejumlah negara mitra dagang, termasuk Indonesia.
Adapun kebijakan tarif balasan ini diberlakukan sebesar 34% untuk China dan 20% untuk Uni Eropa, sebagai respons terhadap bea masuk yang diberlakukan pada produk-produk AS. Sedangkan untuk Indonesia sebesar 32% dan tarif tertinggi terlihat akan diberlakukan kepada Vietnam sebanyak 46%. {}