Berita Golkar – Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar, Puteri Komarudin mengatakan, rencana penerapan kewajiban asuransi third party liability (TPL) harus dipersiapkan dengan matang. dengan melakukan kajian secara komprehensif dan mendalam.
Meski, jika dilihat dari sisi manfaat, lanjut dia, asuransi TPL ini sangat penting untuk membantu menghindarkan pemilik kendaraan dari kerugian finansial akibat membayar biaya pengobatan/penggantian kerusakan kepada korban kecelakaan yang berkaitan dengan kendaraannya. Namun, kajian mendalam tetap dibutuhkan agar penerapannya tidak membebani masyarakat ke depannya.
Diketahui, TPL adalah asuransi yang menanggung risiko tuntutan ganti rugi dari pihak ketiga, jika kendaraan menyebabkan kerugian pada orang lain. Rencananya TPL akan diterapkan pada Januari 2025.
“Pemerintah dan OJK perlu memastikan aspek meaningful participation. Dalam artian, lebih banyak mendengar masukan dari masyarakat, asosiasi, dan pelaku industri. Terutama terkait tarif premi, hingga jenis kendaraan yang akan dikenai. Jangan sampai nantinya penerapan asuransi ini justru dirasa membebani masyarakat,” kata Puteri kepada Investor Daily di Jakarta, Minggu (28/7/2024).
Lebih lanjut Puteri mengatakan, sampai saat ini, pihaknya belum menerima update baik dari OJK maupun Pemerintah mengenai rencana penerapan asuransi third party liability.
Menurut dia, hadirnya asuransi jenis ini merupakan wujud implementasi dari Program Asuransi Wajib yang telah diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Dimana, Pasal 39A UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang PPSK menyebutkan bahwa, pemerintah dapat membentuk Program Asuransi Wajib sesuai dengan kebutuhan.
Program Asuransi Wajib ini diantaranya mencakup asuransi tanggung jawab hukum pihak ketiga (third party liability) terkait kecelakaan lalu lintas, asuransi kebakaran, dan asuransi rumah tinggal terhadap risiko bencana. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Program Asuransi Wajib diatur dengan Peraturan Pemerintah setelah mendapatkan persetujuan dari DPR, khususnya Komisi XI DPR RI.
“Dalam penyusunan PP ini, pemerintah dapat berkoordinasi dengan OJK. Oleh karenanya, kami masih menunggu pemerintah dan OJK yang nantinya akan menyampaikan terkait rumusan pasal-pasal yang diatur dalam RPP ini,” ujarnya.
Sampai saat ini, RPP Program Asuransi Wajib masih dalam tahap pembahasan dan penyusunan di ranah pemerintah. Pemerintah dan OJK, sambung dia, masih mendiskusikan RPP ini, diantaranya mencakup model bisnis, kriteria penanggung, serta prinsip implementasi yang perlu dibuat fleksibel.
Setelah PP ini dibahas bersama DPR dan kemudian disahkan, nantinya OJK akan menyusun Peraturan OJK terkait asuransi wajib yang tujuannya untuk mendetailkan aturan terkait penyelenggaraan asuransi wajib tersebut.
“Namun, sampai sekarang, kami di DPR belum menerima draft RPP ini dan melakukan pembahasan. Sehingga, kami masih terus menunggu update dari OJK dan pemerintah,” ujarny.
Saat ini di Indonesia memang sudah memiliki asuransi Jasa Raharja sebagai asuransi untuk kehilangan nyawa/cidera bagi korban kecelakaan. Tetapi belum ada yang meng-cover potensi kerugian dari suatu kecelakaan terhadap pihak ketiga, seperti kerusakan kendaraan (property damage) dan pihak lainnya.
“Kami menilai hal tersebut sebagai salah satu dasar urgensi third party liability di Indonesia. Karena, selain untuk meningkatkan penetrasi asuransi di Indonesia, third party liability diharapkan dapat memberikan proteksi lebih kepada masyarakat dari peristiwa tidak diinginkan,” katanya.
Puteri juga melihat aktualisasi dari third party liability akan memiliki sederet tantangan dan hambatan. “Untuk itu, kami akan terus mendorong OJK untuk melakukan perbandingan dengan Thailand, Myanmar, Filipina sebagai negara Asean yang telah menerapkan third party liability terlebih dulu,” katanya. {sumber}