Berita Golkar – Politisi senior Partai Golkar Ridwan Hisjam menilai budaya aklamasi dalam pemilihan ketua umum partai Golkar adalah ancaman.
Hisjam menegaskan, etika dan budaya berdemokrasi di Partai Golkar yang dikenal demokratis, modern dan Partai berbasis Kader sudah tergerus sejak Munas X tahun 2019.
“Saat itu pola aklamasi di Munas mulai muncul dengan terpilihnya Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum, terpilih secara aklamasi,” ungkap Hisjam saat diminta tanggapan, Sabtu (17/8/2024).
Hisjam pun membuka ingatan sejarah, dimana sejak Reformasi 1998 dan berlangsungnya Munaslub I partai Golkar pasca-Reformasi yang seharusnya berlangsung bulan Oktober 1998 akhirnya dipercepat bulan Juli 1998.
Pada Munas tersebut, tutur Hisjam, tetap ada dua kandidat kuat yang dipilih di Munas untuk menggantikan Harmoko, yakni Akbar Tanjung dan Edi Sudrajat. Kemudian Akbar Tanjung memenangkan kontestasi itu.
Setelah sukses memenangkan Partai Golkat di Pemilu 2004, bukan berarti Akbar Tanjung serta merta menang aklamasi di Munas 2004. Jusuf Kalla atau JK yang kala itu terpilih menjadi Wapres berhasil menjadi Ketum dalam Munas Partai Golkar 2004 dengan 2 putaran pemilihan.
Pada Munas Golkar di Pekanbaru Riau 2009, kembali pertarungan sengit terjadi antara kubu Akbar Tanjung yang mengusung Abu Rizal Bakri (ARB), melawan kubu JK yang mengusung Surya Paloh (SP). “Akhirnya ARB menang dan memimpin Partai Golkar hingga 2014,” Tutut Hisjam.
Berupaya memimpin Golkar dua priode, ARB membuat terobosan pertama Munas dengan sistem aklamasi yang memilih beliau di Munas Bali tahun 2014.
Namun Munas tersebut malah menimbulkan faksi baru di Partai Golkar, dengan digelarnya Munas tandingan di Ancol oleh Kubu Agung Laksono dkk, sehingga terjadilah dualisme DPP Partai Golkar.
Dualisme ini kemudian islah melalui Munaslub tahun 2016 di Bali, dengan menggabungkan dua kubu DPP Partai Golkar, sampai terpilih Setya Novanto alias Setnov menjadi ketum mengalahkan delapan kandidat lainnya.
Akhirnya Setnov terpidana kasus e-KTP dan digantikan Airlangga sebagai Plt. Ketum berdasarkan hasil Pleno dan disahkan melalui Munaslub Partai Golkar pada 20 Desember 2017 di Jakarta.
Pada Munas Partai Golkat di Jakarta 2019, Airlangga terpilih secara aklamasi menjadi Ketua Umum kembali di Priode 2019 -2024.
Dari Sejarah Munas ke Munas Partai Golkar sejak 1998 tersebut, Hisjam mengingatkan fakta, ternyata hasil Munas yang dihasilkan aklamasi saat terpilihnya ARB di Bali menyebabkan dualisme. “Dan terakhir aklamasi pada Munas PG di Jakarta 2019 yang menetapkan Airlangga Ketua Umum terpilih,” tandas Hisjam.
Hisjam pun memberikan bocoran, di perhelatan Munas Golkar yang rencananya digelar pada Desember 2024 mendatang, Airlangga sudah mendapatkan dukungan hampir 100 persen suara.
Dukungan stakeholders Partai Golkar itu ingin mengusung Airlangga untuk kembali menjadi ketua umum priode 2024-2029.
Namun sebelum itu terjadi, Airlangga telah mengundurkan diri dari singgasana Partai Golkat. Hanya saja, muncul lagi wacana aklamasi memilih Bahlil Lahadalia sebagai Ketua Umum. {sumber}