Berita Golkar – Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ridwan Kamil (RK) digadang-gadang akan menjadi salah satu peserta Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta tahun ini. Wacana keikutsertaan RK di Pikada Jakarta untuk mengimbangi Anies Baswedan apabila berlaga di Pilkada Jakarta.
Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Indonesia, Arifki Chaniago menilai langkah ini bisa jadi opsi untuk mencegah terulangnya narasi ‘dua matahari di Jakarta’. Sentimin ini muncul lantaran sikap oposisi Jakarta dan Istana yang cukup terlihat antara Anies dan Joko Widodo (Jokowi) saat keduanya menjadi Gubernur Jakarta dan Presiden RI.
“Ini kepentingan yang mendesak bagi Prabowo untuk menaklukan Jakarta dengan cara mengupayakan pimpinan Jakarta adalah orangnya dia. Saya kira kubu Prabowo khawatir jika Anies ikut Pilkada Jakarta,” kata Arifki saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Jumat (19/4).
Kilas balik, Anies dan Jokowi kerap bersilang pendapat soal pelaksanaan kebijakan publik. Salah satunya saat Anies menyuarakan lockdown di Ibu Kota, berbeda dengan sikap pemerintah pusat. Alih-alih kebijakan tersebut diterima, Jokowi justru memilih melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Jokowi meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 tahun 2020 dan Keppres Nomor 11 tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
Selain itu, Arifki mengatakan bahwa figur politik yang sementara ini mampu menandingi elektabilitas Anies di Jakarta adalah Ridwan Kamil. Dia menganggap sosok politisi terkenal macam Ahok maupun Tri Rismaharini dalam konteks Jakarta saat ini berada di bawah level Anies dan Ridwan.
Segmentasi pemilih Ridwan Kamil ini kan lebih kepada pemilih muda yang juga menjadi target pasar dari Prabowo-Gibran,” ujar Arifki.
Merujuk hasil sigi Lembaga Survei Jakarta (LSJ), nama Ridwan Kamil adalah figur dengan elektabilitas tertinggi untuk menjadi calon Gubernur Jakarta dengan 23,4%. Di bawahnya adalah Tri Rismaharini dan Anies Baswedan di urutan dua dan tiga dengan tingkat keterpilihan masing-masing 19,2% dan 18,4%.
Tiket Anies 2029
Lebih jauh, Arifki menjelaskan bahwa keikutsertaan dalam Pilkada Jakarta menjadi pilihan politik terakhir jika Anies ingin kembali menggenggam tiket Pilpres 2029. Terlebih Anies masih ada jatah 1 periode untuk menjadi Gubernur Jakarta.
“Ini pilihan yang logis. Berbeda dengan Ganjar (Pranowo) yang sekarang sudah jadi kartu mati karena sudah dua periode jadi gubernur,” kata Arifki.
Dia pun juga melihat potensi Anies untuk ditarik sebagai menteri atau kepala lembaga di Pemerintahan Prabowo-Gibran terbilang kecil. Ini karena komposisi koalisi besar Prabowo-Gibran dan masih akan berpeluang menjadi lebih gemuk apabila ada partai lain yang bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju nantinya.
Menurut Arifki, para pimpinan partai koalisi Prabowo-Gibran akan memberikan jatah pembagian kursi partai kepada para kader ketimbang menyerahkan kuota mereka ke sosok eksternal partai seperti Anies Baswedan.
Direktur Trias Politika Strategis, Agung Baskoro mengatakan bahwa Anies menjadi sosok yang diperhitungkan dalam bursa calon gubernur Jakarta. Dia mengatakan, Anies memiliki modal basis pemilih di Jakarta dan masih terikat dengan Koalisi Perubahan yang beranggotaan Partai NasDem, PKS dan PKB.
Terlebih, PKS yang belakangan berada di belakang pengusungan Anies di Pilgub Jakarta 2017 dan Pilpres 2024 merajai suara tertinggi dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 DPRD DKI Jakarta. Menurut Agung, langkah ini juga dilihat sebagai tambahan nilai tawar Anies dalam bursa cagub Jakarta.
Dia menyebut panggung politik Jakarta sangat strategis sebagai batu loncatan untuk ikut ke Pemilihan Presiden. “Jika Anies kembali menjadi Gubernur Jakarta 2024, maka Prabowo akan punya lawan. Bukan hanya di Jakarta, tapi lawan untuk Pilpres 2029,” ujarnya.
Di sisi lain, Pakar Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati mengatakan masih terlalu dini untuk melihat sosok yang akan berlaga di Pilkada Jakarta. Dia menyebut nama-nama calon gubernur Jakarta baru akan mengembang ketika sejumlah lembaga survei sudah merilis kajian masing-masing.
“Saya pikir semua opsi untuk mengusung kandidat potensial masih terbuka lebar. Biasanya pertimbangan untuk mengusung akan semakin mengerucut ketika hasil survei sudah terlihat dan terpola nama-nama yang potensial,” kata Wasisto.
UU DKJ Tutup Potensi Persaingan Jakarta dan Istana Meski ada potensi terulangnya narasi ‘dua matahari di Jakarta’ jika Anies ikut dan menang Pilkada Jakarta, sentimen oposisi antara Medan Merdeka Selatan dan Istana cenderung mengecil seusai pengesahaan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
Pasal 55 UU DKJ mengamatkan Ketua dan anggota Dewan Kawasan Aglomerasi ditunjuk oleh Presiden. Adapun pembentukan Dewan Kawasan Aglomerasi bertujuan untuk menyeleraskan pembangunan di Jakarta dengan daerah sekitar.
Kawasan Aglomerasi mencakup minimal wilayah DKJ, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi. “Artinya, siapapun yang berkuasa atas Jakarta, nantinya tetap musti di bawah supervisi dari Istana. Gubernur akan berhadapan langsung dengan UU ketika melanggar,” kata Agung.
Seperti diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuka pendaftaran pasangan calon kepala daerah pada Agustus 2024. Sementara coblosan Pilkada serentak berjalan pada 27 November. Rencana tersebut diutarakan oleh Ketua Umum Relawan Pro-Jokowi (Projo) Budi Arie Setiadi.
“Kalau dia (Anies) maju, RK juga maju. Kalau tidak, kami ajukan yang lain,” ujarnya di Istana Merdeka Jakarta pada Rabu (17/4). {sumber}