Berita Golkar – Kasus hukum yang menjerat pemilik Toko Mama Banjar di Banjarsari, Kalimantan Selatan (Kalsel) memicu sorotan tajam dari Anggota Komisi III DPR RI, Rikwanto.
Dalam rapat kerja bersama Menteri Usaha Mikro Kecil, dan Menengah UMKM Maman Abdurrahman, Kapolda Kalsel, Kajati Kalsel, dan kuasa hukum tersangka, Rikwanto menilai bahwa proses hukum yang berujung pengadilan tersebut terlalu berlebihan dan tidak sensitif terhadap kondisi UMKM saat ini.
Menurut Rikwanto, meskipun proses penyidikan yang dilakukan oleh Subdit Indagsi Ditkrimsus Polda Kalsel sudah sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan UU Pangan sebagai lex specialis, penyelesaian kasus tidak semestinya sampai ke ranah pidana.
“Benar semuanya secara prosedur. Tapi kenapa harus sampai pengadilan? Kenapa sampai pidana? Saya rasa kita kurang sensitif terhadap realita di masyarakat,” ujar Rikwanto dalam keterangan pers, Sabtu (17/5/2025), dikutip dari SokoGuru.
Pernyataan Rikwanto tersebut disampaikan dalam rapat di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (15/5/2025).
Ia menekankan, di tengah kondisi ekonomi nasional yang belum sepenuhnya pulih, para pelaku UMKM justru menjadi garda terdepan dalam menggerakkan roda ekonomi. Sayangnya, pendekatan hukum yang terlalu kaku justru bisa mematikan semangat para pelaku UMKM.
“Kalau undang-undang ini diterapkan saklek di pasar tradisional, besok gak ada yang jualan! Hilang semua pedagangnya,” tegas politikus dari Fraksi Partai Golkar tersebut.
Rikwanto menyampaikan perlunya kebijaksanaan dalam menangani pelanggaran di pasar tradisional. Ia mengingatkan bahwa masyarakat selama ini telah terbiasa dengan “kode tahu sama tahu”, khususnya dalam urusan produk seperti kue basah atau ikan asin yang tidak selalu memiliki label masa kedaluwarsa, namun dipahami secara umum oleh pembeli.
“Kue basah ya cuma tahan sehari. Ikan asin? Kadaluarsanya tergantung penyimpanan. Tapi masyarakat tahu ini masih layak atau tidak,” ungkap Rikwanto.
Ia juga menegaskan pentingnya pengetahuan lokal dalam praktik perdagangan tradisional.
Kasus Berawal dari Laporan Konsumen
Kasus ini mencuat setelah seorang konsumen melaporkan temuan produk tanpa label kedaluwarsa yang dijual di Toko Mama Khas Banjar.
Laporan dilayangkan ke Ditkrimsus Polda Kalsel pada 6 Desember 2024. Merespons laporan tersebut, penyidik memanggil pemilik toko, Firli, dan setelah pemeriksaan, menetapkannya sebagai tersangka dan melakukan penahanan.
Langkah hukum ini lantas menuai reaksi keras, terutama dari para pegiat UMKM yang khawatir pendekatan seperti ini akan menjadi preseden buruk.
Apalagi, banyak pelaku usaha kecil yang masih belum memahami aturan pelabelan secara detail, namun berniat baik dalam menjalankan usaha.
Ancaman bagi UMKM?
Kasus Toko Mama Banjar menjadi simbol kegelisahan pelaku UMKM terhadap ancaman kriminalisasi akibat regulasi yang diterapkan tanpa pendekatan sosial.
Pemerintah dan aparat penegak hukum pun diminta untuk lebih bijak dalam menegakkan aturan tanpa mematikan pelaku usaha mikro.
“Jangan sampai hukum justru membunuh semangat UMKM yang sedang berjuang di tengah kesulitan ekonomi. Kita butuh pendekatan manusiawi, bukan sekadar prosedur,” tutup Rikwanto. {}