Rugikan Parpol, Ahmad Doli Kurnia Usulkan Evaluasi dan Kaji Ulang Metode Sainte Lague

Berita Golkar – Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia mengusulkan agar metode konversi perolehan suara kursi parlemen dikaji ulang. Doli menilai penggunaan metode Sainte Lague merugikan partai.

“Sekarang ini menggunakan metodologi Sainte Lague murni itu apakah itu sudah tuh sudah menjawab soal representatifnya?” kata Doli dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi II DPR RI dengan sejumlah ahli dan pakar kepemiluan di gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta Pusat, Rabu (26/2/2025).

“Karena, terus terang saja, sebetulnya bagi beberapa partai politik, hitungan ini itu juga bisa dirugikan,” sambungnya, dikutip dari Detik.

Diketahui, saat ini sistem pemilu menerapkan metode Sainte Lague, yakni membagi jumlah suara partai dengan angka pembagi ganjil berurutan. Menurutnya, metode Sainte Lague dapat menimbulkan situasi caleg dengan suara lebih sedikit bisa terpilih, sedangkan caleg dengan suara lebih banyak tidak terpilih.

Metode Sainte Lague ini mengutamakan pemerataan kursi antarpartai, bukan hanya jumlah suara dari masing-masing caleg. Dia mengatakan akibatnya akan lebih menguntungkan untuk partai yang memiliki banyak suara tersebar di beberapa caleg, meski setiap caleg hanya memperoleh 20-30 ribu suara.

Sementara itu, akan merugikan partai yang hanya memiliki satu caleg kuat dengan suara besar. Terlebih, jika partai lain mendapatkan kursi lebih dulu dengan suara yang tersebar secara merata.

“Saya cermati ada satu caleg dari partai tertentu dia sudah bisa menghitung terpilih empat kali atau lima kali dengan perolehan suara 20-30 ribuan, saja dia sudah kendalikan itu dengan posisi partai politik yang bagaimana, yang kemudian bisa mengalahkan ada partai lain yang satu caleg itu bisa mendapatkan suara 80 sampai 90 ribu (suara),” jelasnya.

Menurut Doli, metode konversi lain, yakni Kuota Hare (kuota sederhana) dan metode D’Hondt dapat menjadi pertimbangan. Tentunya, kata dia, hal itu disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan di Indonesia.

“Nah, ini saya kira metodologinya banyak, ada Kuota Hare, D’Hondt, macam-macamm mana yang paling ini. Ini masalah-masalah klasik,” paparnya.

Lebih lanjut, Doli menyoroti terkait banyaknya pemungutan suara ulang (PSU) di 24 daerah. Doli menilai perlu adanya penguatan penyelenggara pemilu.

“Sekarang kan jadi isu Mahkamah Konstitusi memutuskan hampir semua yang tidak diputuskan itu ada PSU, baik semuanya ataupun sebagian, ini kan problem penyelenggara pemilu. Saya bilang kenapa bisa lolos yang pada akhirnya terbukti di Mahkamah Konstitusi tidak lolos,” ujarnya.

“Kan dua saja tuh pilihannya sikap punya KPU nya dibohongin atau dikibulin atau dia ikut bagian dari konspirasi untuk menghaluskan itu, artinya yang pertama itu problem kapasitas, yang kedua problem integritas, ini bahaya kalau penyelenggara pemilu itu tidak memenuhi syarat dua ini,” imbuh dia. {}