Berita Golkar – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ahmad Irawan menegaskan pentingnya memperkuat peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melalui penyediaan infrastruktur dan aparatur khusus yang terlatih.
Pernyataan ini disampaikan di tengah pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban (RUU PSdK) yang saat ini digodok DPR sebagai upaya memperbarui skema perlindungan dan kewenangan lembaga tersebut.
“Soal (kewenangan LPSK) sebenarnya menjadi bagian yang sedang kami timbang. Kami timbang apakah relevan (dan) dibutuhkan, atau (lebih baik) memiliki satgas sendiri, atau kemudian dilakukan kerja sama dengan lembaga-lembaga negara lainnya yang sudah memiliki perlengkapan jaringan dan teknologi dalam melindungi saksi dan korban tersebut,” ujar Ahmad dalam Forum Legislasi bertajuk ‘Upaya Konkret DPR RI Memaksimalkan Perlindungan bagi Saksi dan Korban Lewat RUU PSDK’ yang berlangsung di Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025), dikutip dari laman DPR RI.
Ahmad menjelaskan bahwa dalam merancang kewenangan baru bagi LPSK, DPR harus memastikan tidak timbul potensi conflict of interest, terutama jika perlindungan dilakukan oleh institusi yang juga berwenang melakukan penyelidikan atau penuntutan.
Lebih lanjut, Ahmad menegaskan bahwa dirinya cenderung melihat perlunya LPSK memiliki aparatur khusus yang terlatih melakukan perlindungan menyeluruh, lengkap dengan sarana dan prasarana yang sesuai standar.
Perlindungan, menurutnya, tidak sekadar soal persenjataan atau pengawalan melekat, tetapi juga mencakup fasilitas lain seperti safe house, mekanisme relokasi, hingga penggantian identitas bagi saksi atau keluarga yang terancam, termasuk pemindahan tempat tinggal dan pendidikan anak jika diperlukan.
Politisi Fraksi Partai Golkar tersebut juga menyoroti perlunya pendalaman kembali daftar jenis tindak pidana yang berhak atas perlindungan LPSK. Selama ini terdapat 10 kategori kejahatan yang diatur, tetapi menurutnya perlu dievaluasi apakah daftar tersebut sudah mencerminkan kebutuhan lapangan.
Kejahatan bermotif ekonomi seperti di sektor kehutanan dan pertambangan, serta tindak pidana umum, kata Ahmad, dapat saja membutuhkan perlindungan serupa karena kualitas pengungkapan kasus sering kali bergantung pada profil pelaku dan sejauh mana mereka memiliki akses untuk mengintimidasi atau mengancam saksi.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa RUU PSDK masih harus ditimbang secara matang karena berkaitan dengan desain lembaga negara yang memiliki kewenangan luas dan infrastruktur khusus. Pertimbangan terkait kemampuan negara untuk menyediakan pendanaan, aparatur, serta dukungan sarpras menjadi bagian penting dalam penyusunan rancangan tersebut.
Mengakhiri pemaparannya, Ahmad mengatakan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah selesai disahkan dan itu sangat signifikan dalam memberikan jaminan terhadap saksi dan korban.
“Nanti kita akan menyisir kira-kira undang-undang mana yang relevan dengan perlindungan saksi dan korban (agar) kita (bisa terus) melakukan harmonisasi dan sinkronisasi,” pungkasnya. {}













