Berita Golkar – Anggota Fraksi Partai Golkar DPRD Jawa Barat, Samsul Hidayat, menegaskan bahwa peningkatan kapasitas anggota dewan merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditawar. Hal tersebut disampaikan menyusul pelaksanaan Bimbingan Teknis (Bimtek) Fraksi Partai Golkar se-Indonesia yang digelar tahun 2025 dengan tema “Peningkatan Profesionalitas Anggota Fraksi Partai Golkar dalam Menjalankan Peran, Tugas dan Fungsinya Sebagai Wakil Rakyat.”
Menurut Samsul, forum Bimtek ini tidak hanya menjadi rutinitas, tetapi ruang strategis bagi seluruh kader Golkar di legislatif untuk memperdalam isu-isu aktual. Mulai dari arah pembangunan nasional, kebijakan ekonomi makro, hingga dinamika politik yang tengah berkembang.
“Dari Fraksi Partai Golkar DPRD Jawa Barat tentu sangat menyambut baik adanya Bimtek ini. Karena banyak isu-isu baru yang bagi daerah itu haus penjelasan. Apa sekarang arah pembangunan nasional? Bagaimana arah kebijakan ekonomi dan politik? Di forum ini semuanya dibedah secara komprehensif,” ujar Samsul.
Ia menambahkan, forum ini juga penting untuk memperkuat sinergi kader Golkar di semua tingkatan. Samsul menekankan bahwa respons terhadap suara publik, termasuk kritik dari mahasiswa dan kelompok masyarakat sipil, perlu dijadikan bahan koreksi demi meningkatkan kualitas peran legislatif.
“Bimtek ini sekaligus menjadi wadah untuk menyamakan langkah, termasuk soal strategi pemenangan Partai Golkar ke depan yang tidak boleh abai terhadap suara rakyat,” tambahnya.
Selain soal penguatan kapasitas, Samsul turut menyoroti isu krusial yang tengah mencuat, yakni wacana pengurangan dana transfer ke daerah oleh pemerintah pusat. Ia dengan tegas menolak rencana tersebut, karena dianggap akan menambah beban daerah yang masih kesulitan dalam mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Saya sarankan kepada Menteri Keuangan agar tidak mengurangi jumlah transfer ke daerah. Bagaimana kita mau membangun dengan maksimal kalau anggaran itu justru dikurangi? Yang harus dikurangi itu adalah budget untuk kegiatan-kegiatan yang tidak jelas, proyek yang bukan prioritas. Kalau dana transfer ke daerah, justru harus ditambah,” tegasnya.
Samsul menjelaskan, dana transfer ke daerah yang biasanya mencakup Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), hingga Dana Bagi Hasil (DBH), merupakan tulang punggung pembangunan di banyak wilayah. Apalagi bagi daerah dengan PAD kecil dan APBD terbatas, keberadaan dana transfer menjadi instrumen vital agar program pembangunan tetap berjalan.
“Kalau daerah dengan PAD dan APBD besar mungkin bisa menyesuaikan, tapi bagaimana dengan daerah kecil? Masa harus ikut dikurangi juga? Justru mestinya ditambah agar pemerataan dan pertumbuhan pembangunan bisa dirasakan masyarakat secara komprehensif,” jelas Samsul.
Menurutnya, keberhasilan pembangunan nasional tidak bisa hanya diukur dari capaian kota-kota besar atau provinsi dengan kemampuan fiskal kuat. Pemerataan pembangunan harus menyentuh daerah dengan potensi fiskal lemah agar kesenjangan tidak semakin melebar. “Dana transfer itu bukan sekadar angka di atas kertas, tapi nafas bagi pembangunan di tingkat daerah,” tegasnya.
Samsul menutup dengan penekanan bahwa pemerintah pusat perlu meninjau ulang rencana kebijakan tersebut. Baginya, pengurangan dana transfer ke daerah bukan hanya berisiko menghambat pembangunan, tetapi juga bisa memicu ketidakpuasan publik di akar rumput.