Sarmuji Anggap Pengaturan Ambang Batas Koalisi Pencalonan Presiden Tak Diperlukan

Berita GolkarPartai Golkar tak setuju apabila koalisi untuk pencalonan presiden dibatasi melalui ambang batas maksimal 50 persen. Ambang batas ini diusulkan untuk mencegah koalisi gabungan partai mendominasi.

“Tapi kalau diatur lagi ambang batas atas ya itu dobel pengaturan yang tidak diperlukan,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar Sarmuji di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (7/3/2025), dikutip dari MetroTVNews.

Sarmuji mengatakan saat ini sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapuskan presidential threshold. Diketahui, putusan MK nomor 62/PUU-XXI/2023 menghapus ambang batas pencalonan presiden minimal 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional di pemilu.

Penghapusan presidential threshold disebut secara implisit sudah membatasi supaya tidak ada dominasi partai politik (parpol) tertentu. Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR itu mengatakan saat ini Mahkamah Konstitusi (MK) justru merekomendasikan supaya ada rekayasa konstitusional, agar bursa calon presiden (capres) lebih banyak.

“Kalau calonnya muncul sedikit sudah otomatis semangat Presidential Threshold. Dihapuskannya Presidential Threshold itu semangatnya adalah tidak terlalu sedikit calon Presiden yang muncul,” ucap dia.

Sebelumnya, ahli hukum pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Titi Anggraini, mengusulkan ambang batas maksimal koalisi pencalonan presiden sebesar 40-50 persen. Dia mengatakan angka maksimal koalisi gabungan partai tersebut untuk menghindari dominasi dan calon tunggal.

“Koalisi pencalonan maksimal 40 atau 50 persen, untuk mencegah dominasi kekuatan politik tertentu dan juga terjadinya calon tunggal,” ujar Titi saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Komisi II DPR, Rabu, 26 Februari 2025. {}