Sarmuji Dorong Revisi UU Pemilu Dibahas Gunakan Metode Omnibus Law

Berita GolkarKetua Fraksi Partai Golkar DPR Sarmuji menanggapi saran sejumlah pakar kepemiluan supaya revisi undang-Undang (UU) tentang Pemilu dibahas dengan metode kodifikasi, bukan omnibus law. Namun, ia mengatakan pembahasan RUU Pemilu lebih baik menggunakan metode omnibus law karena bisa membuat semua hal mengenai pemilu lebih terintegrasi.

“Lebih terintegrasi segala hal terkait dengan pemilu baik berkenaan dengan peserta pemilu, penyelenggara pemilu, pilpres dan kalau perlu juga tentang pilkada,” kata Sarmuji saat dihubungi, Selasa (28/1/2025).

Sekjen Partai Golkar ini mengatakan sejauh ini belum ada perkembangan mengenai pembahasan RUU pemilu di DPR. Namun, dia menekankan, RUU Pemilu sudah masuk dalam daftar program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2025. Sehingga, pembahasan RUU pemilu segera dilakukan. “Kemungkinan di masa sidang ini sudah akan mulai pembahasan awal,” kata Sarmuji, dikutip dari Tempo.

DPR telah memulai masa persidangan di periode 2024-2025 pada Selasa, 21 Januari 2025. Pembukaan masa sidang kedua ini dilakukan usai legislator Senayan melakukan reses sejak 6 Desember 2024 hingga 20 Januari 2025.

Setelah reses berakhir, masing-masing komisi bakal menggelar rapat bersama mitra kerjanya untuk membahas persoalan atau wacana. Salah satu yang akan dibahas DPR usai reses ialah wacana omnibus law politik.

Wakil Ketua DPR Adies Kadir sebelumnya mengatakan pembahasan wacana omnibus law politik kemungkinan akan dilakukan setelah dibukanya kembali masa persidangan DPR atau usai rampungnya masa reses. “Mungkin di tanggal 22 diadakan rapat pimpinan, insya Allah Rabu, setelah reses,” kata Adies di kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, Jumat (17/1/2025).

Dalam rencana agenda tersebut, para pimpinan fraksi partai akan melakukan persamuhan terlebih dahulu. Tujuannya untuk membahas persoalan lain, tidak hanya mengenai omnibus law politik.

Menurut Adies, pertemuan antara para pimpinan fraksi partai amat penting. Sebab, untuk mengkaji lebih dalam ihwal wacana tersebut.

Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mendorong RUU Pemilu segera dibahas dengan metode kodifikasi. Kodifikasi dilakukan untuk menghimpun aturan pemilu dan pilkada dalam satu naskah yang sama, yaitu UU tentang pemilu. Dia pun meminta pembahasan itu segera dilakukan.

“Harus dengan kodifikasi. Kalau tidak dimulai materi muatan tidak akan dibahas,” kata Titi dalam sebuah webinar via zoom, Ahad (26/1/2025).

Kodifikasi adalah upaya menghimpun berbagai peraturan menjadi undang-undang. Kodifikasi bisa dilakukan bila tema yang dibahas sama dan undang-undang yang aturannya sama.

Titi mengatakan, pembahasan RUU pemilu penting untuk melakukan rekayasa konstitusional. Rekayasa itu diperuntukkan untuk mewujudkan pemilu yang jujur dan adil.

Menurut Titi, UU Pemilu dan Pilkada saat ini perlu segera dicabut. Sebab, kedua aturan itu selama ini kerap tumpang tindih. Misalnya dalam hal menangani politik uang. UU Pilkada mengatur pemberi dan penerima bisa ditindak pidana. Sedangkan, UU Pemilu hanya pemberi saja yang bisa ditindak pidana.

“Di UU Pemilu, juga hanya bisa ditindak dalam tahapan kampanye, pemungutan suara, dan masa tenang. Padahal dalam UU Pilkada setiap tahapan bisa dijerat dengan politik uang,” kata Titi. {}