Sarmuji Tegaskan Putusan MK Tak Halangi DPR Revisi UU Pemilu

Berita Golkar – Fraksi Partai Golkar DPR RI mendorong Legislatif segera membuat Revisi Undang-Undang (RUU) Pemilu. Pembuatan payung hukum baru terkait pelaksanaan pesta demokrasi itu diyakini bakal menjadi wadah bagi semua pihak untuk mencurahkan perdebatan mengenai sistem pemilu yang baik.

Ini disampaikan Sarmuji merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan memisahkan Pemilu Nasional dengan Pemilu Daerah.

“Sebaiknya segera dibuat revisi UU, supaya semua perdebatan itu dicurahkan dalam proses pembuatan UU,” kata Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI Sarmuji kepada SinPo.id, Jakarta, Kamis (10/7/2025), dikutip dari Sinpo.

Meski putusan MK bersifat final dan mengikat, kata Sarmuji, DPR dan pemerintah memiliki hak untuk melakukan revisi terhadap UU Pemilu. Menurut dia, putusan MK tidak menghalangi fungsi Legislatif sebagai pembuat UU.

“Tapi kan keputusan MK nya tetap mesti diterima, putusan MK tidak menghalangi DPR dan pemerintah untuk membuat revisi UU Pemilu,” katanya.

Di sisi lain, Sekjen Partai Golkar itu mengungkap opsi lain dalam merespons putusan MK tersebut. Salah satunya, DPR dan pemerintah bisa bersepakat membuat regulasi baru di luar yang disengketakan di MK.

“Atau kita membuat aturan baru, tapi yang di luar disengketakan di MK tadi, jadi sekali lagi putusan MK itu tidak menghalangi DPR untuk membuat revisi UU tentang sistem pemilu,” tegasnya.

Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan putusan MK yang memisahkan antara pemilu nasional dan pemilu lokal bakal disikapi secara bersama-sama oleh para fraksi partai politik (parpol) di DPR RI.

Puan mengatakan Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 tersebut berdampak kepada semua parpol. Untuk itu, dia mengatakan bahwa para fraksi partai politik itu akan menggelar rapat koordinasi.

“Semua partai kami juga pimpinan terdiri dari partai-partai politik. Masih mengkaji, terkait dengan kebutuhan di internalnya masih mengkaji,” kata Puan beberap waktu lalu.

MK memutuskan penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah dipisahkan dengan jeda waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun dan enam bulan.

Pemilu nasional antara lain pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sementara pemilu daerah terdiri atas pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah. {}