Sebuah Penafsiran Dari Netralitas Hukum

Berita GolkarHukum haruslah berprinsip seperti sebuah timbangan keadilan dengan muatan yang tak berat sebelah. Sifat hukum tidaklah boleh berpihak kepada subjek dan objek hukum manapun. Dalam hukum, prinsip netralitas harus betul-betul dijaga, namun netralitas hukum yang melekat pada subjek dan objek tidak bisa menjamin bahwa, yang kalah pasti salah, dan yang menang adalah yang benar.

Kenapa? Karena “Law is the art of interpretation” atau hukum adalah seni dari penafsiran. Maka penafsiran haruslah didasarkan pada bukti-bukti yang ada serta argumentasi yang dibangun dalam sebuah perkara. Netralitas pun terbentuk dari fakta-fakta yang ada pada fase pembuktian dan membangun argumen hukum.

Tetapi membaca sebuah perspektif, akan menimbulkan hasil yang secara diametral berbeda. Di sinilah letaknya hukum harus netral, hal ini sekaligus membuktikan adanya determinasi hukum yang bersifat netral. Hukum yang netral tidak bisa menjamin yang kalah adalah yang salah dan yang menang adalah yang benar.

Pada prosesnya, membaca undang-undang merupakan bentuk kepastian hukum sedangkan letak pemanfaatan dan keadilan hukum ada di penegakan hukum bukan di dalam undang-undang. Hukum dan keadilan menjadi entitas terpisah (Hans Kelsen dalam positivisme hukum), keadilan ada pada pembuatan hukum terlebih pada penegakan hukum.

Di dalam hukum ada anomali dan antinomi hukum (dua keadaan yang saling bertentangan), namun tidak boleh saling menegasikan antara sesama asas yang terkadang saling bertolak belakang tetapi tidak ada hierarki itulah yang membuat kita sebagai ahli hukum menjadi yuris dan selalu dibutuhkan oleh masyarakat untuk mampu menjelaskan.

Seseorang tidak bisa dikatakan bersalah sebelum adanya putusan pengadilan (asas presumption of innocent) dan ketika hakim memutus perkara seseorang lalu dikatakan bersalah, kemudian mengajukan banding apakah bisa dikatakan bersalah secara absolut? Belum tentu karena adanya hierarki sistem pengadilan. Sampai subjek mendapatkan status hukum yang inkrah.

Namun berdasar asas Res Judicata Pro Veritate Habetur yang berarti setiap putusan pengadilan harus dianggap benar dan dihormati maka, kedua asas saling bertentangan tetapi tidak boleh saling menegasikan. Jadi disinilah letak hukum tidak boleh ada keberpihakan dan harus netral.

Oleh Fatmah Emma Alaydrus
Wakil Ketua GPPK 1957 DKI Jakarta