Berita Golkar – Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, M. Shoim Haris menegaskan Partai Golkar di bawah kepemimpinan Bahlil Lahadalia tengah meneguhkan kembali jati dirinya.
Sebagai kekuatan politik inklusif yang membuka ruang kolaborasi luas, khususnya dengan dua organisasi besar keagamaan di Indonesia yakni Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).
Shoim menggarisbawahi bahwa pendekatan Bahlil kepada Muhammadiyah dan NU mencerminkan kedalaman sejarah dan komitmen keberpihakan pada keadilan sosial.
Dalam kunjungannya ke Madrasah Muallimin Yogyakarta, Bahlil bahkan disambut hangat sebagai ‘anak hilang yang kembali’, sebagaimana disampaikan oleh pengurus Muhammadiyah Agung Danarto. Pernyataan tersebut merujuk pada hubungan historis antara Golkar dan Muhammadiyah sejak era Sekber Golkar.
Selain itu, kata Shoim, Bahlil juga melakukan ziarah ke makam pendiri NU di Pesantren Tebuireng, Jombang, dan bersafari Ramadan ke sejumlah pesantren.
Tak hanya seremonial, Bahlil turut membuka ruang peran strategis bagi NU dan Muhammadiyah dalam pengelolaan sumber daya alam, termasuk dengan pemberian izin pengelolaan tambang.
“Ini bukan soal sentimen sektoral, tapi soal prinsip keadilan dan pemerataan manfaat. NU dan Muhammadiyah memiliki kapasitas menjangkau masyarakat di seluruh pelosok negeri, dan tentu berdampak langsung bagi kesejahteraan rakyat,” tegas Shoim, dikutip dari Merdeka.
NU dan Muhammadiyah: Pilar Kebangsaan
Shoim menilai, peran NU dan Muhammadiyah sangat sentral dalam menjaga keberlangsungan Republik Indonesia. Kontribusi mereka bukan hanya dalam sejarah perjuangan fisik, tapi juga dalam penguatan intelektual, sosial, dan advokasi rakyat dari waktu ke waktu.
“Lebih dari itu, kedua ormas ini adalah jangkar ideologi bangsa. Mereka secara tegas menjadikan Pancasila sebagai landasan berbangsa dan bernegara, tanpa ada keraguan ideologis di kalangan kadernya,” ujar Shoim.
Ia menyebut, NU dan Muhammadiyah telah menjadi fondasi penting dalam mengelola kebinekaan dan menjaga kohesi sosial bangsa.
“Dengan keberadaan mereka, kita mendapatkan keteduhan dalam keberagaman dan jaminan bagi keberlanjutan nation building,” tambahnya.
Golkar Sebagai Sentral KolaborasiPartai Golkar, menurut Shoim, sejak awal memang didesain sebagai kekuatan pembaruan dan kolaboratif. Sekber Golkar dibentuk sebagai respons atas tantangan pengelolaan keragaman, sekaligus sebagai simpul dari berbagai elemen profesional dan keagamaan.
“Bahlil memahami dengan baik posisi historis ini. Ia menyentuh elemen-elemen strategis bangsa—untuk berdialog dan membangun mimpi bersama tentang masa depan Indonesia. Visi Golkar sejalan dengan gagasan tentang keadilan kawasan, pembangunan berkeadilan, dan kolaborasi inklusif,” ujarnya.
Menjawab Tantangan Global dengan Inklusivitas
Dalam konteks global yang penuh ketidakpastian dan keterhubungan tinggi antarbangsa, Shoim menyatakan bahwa pendekatan kolaboratif menjadi satu-satunya jalan.
“Dunia kini bergerak menuju peradaban yang menolak dominasi dan mengedepankan kerja sama lintas batas. Relasi kuasa lama harus ditinggalkan,” katanya.
Shoim mengajak seluruh elemen bangsa untuk mendukung jalur kolaboratif dan inklusif yang diperjuangkan Partai Golkar di bawah Bahlil.
“Indonesia harus menjadi rumah bersama, bukan rumah bagi segelintir elite. Kerja sama dengan NU, Muhammadiyah, dan kelompok masyarakat lainnya adalah langkah strategis menuju keadilan dan kemakmuran bersama,” pungkasnya. {}