Berita Golkar – Inilah 3 syarat yang wajib diperhatikan untuk mengikuti program Gratispol dari Gubernur Kalimantan Timur Rudy Mas’ud.
Simak hal yang perlu diperhatikan dari Program Gratispol yang menjadi kebanggaan dari Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Timur Rudy Mas’ud serta Seno Aji. Program Gratispol ini rencananya akan diluncurkan pada 21 April 2025 mendatang.
Program Gratispol ini memiliki tujuh pilar utama yakni Sekolah Gratis hingga jenjang S-3, BPJS Gratis, Seragam Sekolah Gratis, Makanan Bergizi Gratis, Wifi Setiap Desa Gratis, DP Rumah Biaya Adminnya.
Adapula Gratis dan Haji Dan Umroh Marbot Masjid Gratis (berlaku untuk semua agama ke tempat ibadah masing-masing).
Sejak digaungkan, program pendidikan gratis ini digadang-gadang mampu membuka pintu perubahan menuju Kaltim Emas paling mencuri perhatian juga menuai pro dan kontra di tengah masyarakat Bumi Etam.
Banyak yang berharap penuh dan begitu menantikan, namun tak sedikit juga yang sanksi dengan program ini dapat terlaksana dengan baik terlebih di tengah adanya efisiensi anggaran.
“Kami sangat optimis program ini mampu terlaksana. Saya menaruh perhatian penuh pada dunia pendidikan karena itu jalan untuk memutus rantai kemiskinan di Provinsi Kalimantan Timur,” ujar Rudy Mas’ud dalam berbagai kesempatan.
Menurutnya, dengan APBD Kaltim yang lebih dari Rp 20 triliun setiap tahunnya akan sangat mampu melaksanakan program yang menyentuh langsung ke masyarakat.
Bila kembali pada perhitungan awal Rudy Mas’ud dan Seno Aji bersama tim pemenangannya saat melakukan kampanye, ada alasan mengapa mereka sangat optimis Pendidikan Gratispol bisa terlaksana.
Mereka memperkirakan jumlah siswa yang terdaftar dalam program Gratispol jenjang SMA, SMK hingga SLB baik di sekolah negeri maupun swasta adalah sebagai berikut, SMA/MA sebanyak 94.471 siswa, kemudian SMK 83.110 siswa, kemudian SLB 2.600 siswa.
Mereka mengambil biaya per siswa per tahun sekitar Rp5 juta untuk SMA/MA, Rp5,5 juta untuk SMK dan Rp7,5 juta untuk SLB maka total kebutuhan anggaran pendidikan gratis untuk jenjang ini mencapai Rp 948.960.000.000.
Itupun sebagian dari kebutuhan anggaran ini sudah ditanggung dana BOS dari APBN sebesar Rp 274.745.500.000 yang berarti Pemprov Kaltim harus menyediakan anggaran sebesar Rp 674.214.500.000 per tahun untuk menutup sisanya.
Kemudian Program Gratispol Kuliah S1 hingga S3 dengan opsi perhitungan kebutuhan anggaran sebagai berikut;
Mahasiswa S1 di PTN dan PTS, total mahasiswa mencapai 108.518 orang dengan rata-rata UKT sebesar Rp5 juta per semester. Maka total anggaran untuk pendidikan gratis S1 mencapai Rp868.144.000.000 per tahun.
Kemudian mahasiswa S2 dan S3 di PTN dan PTS total mahasiswa S2 sebanyak 2.085 orang, sedangkan mahasiswa S3 berjumlah 310 orang. Dengan biaya rata-rata Rp6-12,5 juta untuk S2 dan Rp15 juta untuk S3 per semester. Maka total anggaran pendidikan gratis untuk S2 dan S3 mencapai Rp45.430.000.000 per tahun.
Dengan perhitungan di atas, secara keseluruhan Rudy-Seno memperkirakan total anggaran untuk Gratispol dari SMA hingga S3 mencapai Rp1,58 triliun per tahun. “APBD Kaltim besar. Bisa Rp20 triliun lebih per tahun. Sangat cukup untuk pemerataan pendidikan,” ujar Rudy Mas’ud kala itu, dikutip dari TribunKaltim.
Terlebih dengan amanat konstitusi pada Pasal 31 ayat (4) dan Pasal 49 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hanya 20 persen dari total APBD yang harus dialokasikan untuk pendidikan.
“Ketimbang menjadi SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) yang besar (pada 2024 SILPA mencapai Rp6 triliun), lebih baik dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk pendidikan guna peningkatan mutu SDM kita,” tegas Rudy Mas’ud.
Syarat Program Gratispol
- Syarat Penerima
Pemerintah Provinsi Kaltim meyakinkan program pendidikan gratis dari SMA, SMK, sederajat dan kuliah S1 hingga S3 akan dirasakan oleh seluruh putra putri daerah yang masih dalam usia pendidikan.
Namun tentu ada persyaratannya. Wakil Gubernur Kalimantan Timur Seno Aji menyebutkan kriteria usia yang bisa mendapat bantuan pendidikan sebagai berikut;
– D3 maksimal 23 tahun saat masuk,
– S1 maksimal 25 tahun saat masuk,
– S2 maksimal 35 tahun saat masuk,
– S3 maksimal 40 tahun saat masuk.
- Wajib Putra Putri Kalimantan
Selain itu, setiap mahasiswa harus benar-benar putra putri Kaltim yang dibuktikan dengan kepemilikan Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) selama 3 tahun.
“Misal ada yang baru datang terus mengurus surat pindah ke Kaltim tetap tidak akan dapat sampai dia menetap 3 tahun di sini,” jelas Seno Aji.
Kebijakan ini diberlakukan sebab Pemprov Kaltim ingin meningkatkan angka partisipasi sekolah (APS) serta untuk membangun sumber daya manusia (SDM) melalui pemerataan dan kesetaraan pendidikan bagi seluruh putra-putri daerah.
“Kalau bebas nanti dari Jawa, Sulawesi dan lainnya berbondong-bondong ke sini. Nanti malah anak-anak kita yang tidak mendapat kesempatan,” tegas Seno Aji.
Hal ini juga mematahkan isu bahwa gratispol hanya diperuntukan bagi jurusan dan kampus berakreditasi tinggi atau favorit.
“Semua kampus swasta dan negeri yang ada di Kaltim akan dapat. Kita juga ingin meningkatkan akreditasi perguruan tinggi kita tanpa terkecuali,” kata Seno Aji.
Pemprov Kaltim telah mengalokasikan APBD sebesar Rp750 miliar untuk tahap awal pelaksanaan program sekolah dan kuliah gratis.
“Nilainya memang masih terbatas karena saat kami masuk anggaran telah ditentukan. Oleh karena itu untuk tahap awal kita berikan bagi siswa dan mahasiswa yang baru akan masuk. Nanti di 2026 baru bisa menyeluruh ke semua siswa maupun mahasiswa,” beber Wagub Seno Aji.
- Tidak Termasuk Biaya Pendaftaran
Kepala Biro Kesejahteraan Masyarakat (Kesra) Setdaprov Kaltim, Dasmiah, menegaskan bahwa program gratispol diperuntukan bagi mahasiswa yang sudah resmi diterima di perguruan tinggi.
Oleh sebab itu biaya administrasi atau pendaftaran masuk universitas tidak tercover program gratispol.
“Kita tidak mau dong nanti dikasih di awal malah tidak lanjut mendaftar. Jadi bayar pendaftaran sendiri itu sebagai bentuk keseriusan mereka mau kuliah,” tegasnya.
Hingga saat ini Pergub Kaltim yang menjadi mekanisme pelaksanaan pendidikan gratispol masih dalam tahap finalisasi atau penyempurnaan dan telah berada di tangan Kementerian Dalam Negeri.
Namun secara garis besar Dasmiah menjelaskan.untuk perguruan tinggi program ini berjalan dengan sistem kerja sama antara pemprov dan seluruh kampus yang ada di Kaltim. Menurut data, terdapat 63 kampus swasta dan negeri yang tersebar di seluruh Kaltim.
Nantinya anggaran bukan dalam bentuk beasiswa namun akan langsung masuk ke rekening kampus dengan nilai yang disesuaikan data jumlah mahasiswa. “Jadi bukan ditransfer ke mahasiswa. Kita tidak mau dong niatnya bantu untuk uang kuliah malah dipakai untuk hal lain,” candanya.
Dasmiah mengatakan saat ini seluruh kampus telah menyetorkan jumlah kuota mahasiswa setiap jurusannya. Namun data tersebut belum dapat dipublikasikan sebab masih dalam tahap verifikasi.
“Kita enggak mau enggak tepat sasaran. Misal kampus mengajukan kuota 500 mahasiswa. Pas kita verifikasi ternyata kuotanya cuma 100 kan enggak mungkin kita kasih 500,” jelasnya.
Lalu bagaimana dengan muda mudi Kaltim yang berkuliah di luar daerah? Dasmiah menjelaskan tak perlu khawatir sebab akan tetap diberi bantuan dalam bentuk beasiswa.
“Tapi ada syaratnya. Kalau mau kuliah di luar daerah dengan beasiswa dari pemprov, kampus yang dituju harus berakreditasi bagus. Kalau di Kaltim lebih bagus, ngapain keluar kan?” Ujar Dasmiah.
Melalui kesempatan ini Dasmiah juga meluruskan bahwa kuliah gratis D3 sampai S3 di Kaltim tidak memandang akreditasi kampus, status unggulan, program studi ataupun harus mahasiswa berprestasi.
“Namanya gratispol berarti untuk semua mahasiswa. Baik di kampus negeri maupun swasta. Saat ini ada 63 kampus se Kaltim dan semua berhak mendapat program ini,” tegas Dasmiah.
Pihaknya menargetkan proses verifikasi guna mendapat data valid kuota tiap kampus bisa selesai pekan depan agar bisa diluncurkan pada 21 April 2025. “Nanti saat kita launching baru akan kita beber data lengkapnya,” ujarnya.
Dasmiah juga menyebutkan bantuan maksimal Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk setiap mahasiswa sebesar Rp5 juta. Namun khusus ilmu kedokteran dan kesehatan mendapat anggaran lebih yaitu Rp7,5 juta.
“Di luar itu (kedokteran dan kesehatan), kalau UKTnya misal Rp7 juta, maka Rp2 jutanya masuk tanggungan sendiri,” jelasnya.
Pernyataan ini pun menuai pro dan kontra. Masyarakat menilai adanya intervensi ‘tanggungan pribadi’ memberi kesan program tersebut tidak murni gratis. Namun Dasmiah menegaskan dari hasil verifikasi mereka rata-rata UKT di kampus se Kaltim masih di bawah Rp5 juta.
“Contoh Kota Bontang. Dari 6 perguruan tingginya, hanya ada 1 kampus yang ada UKTnya di atas lima juta rupiah. Tentu itu juga akan disesuaikan apakah kelebihannya akan ditunjang dari anggaran daerahnya. Makanya mekanismenya masih tahap final. Nanti akan disampaikan lebih terperinci,” jelasnya.
Tentang Program Gratispol
Program Pendidikan Gratispol ala Rudy Mas’ud-Seno Aji dinilai bisa saja oleh Pokja30 Kaltim. Hal itu disampaikan oleh Buyung Marajo selaku Koordinator Pokja30 Kaltim saat dikonfirmasi pada Kamis (10/4/2025).
Ia mengatakan Pendidikan, orang miskin, anak-anak, kesehatan dan lain-lain sebagaimana sudah diamanhkan undang-undang dan itu menjadi tanggung jawab dari negara terhadap rakyatnya.
Lebih lanjut Ia mengatakan sebagai pemimpin daerah yang bersifat administratif, Gubernur hanya mengakselerasi bagimana pendidikan, kesehatan, infrastruktur itu bisa dinikmati semua orang tanpa memandang persoalan wilayah dan lainnya. “Program Pendidikan Gratispol itu sesuatu yang biasa aja, tidak populis,” ujarnya.
“Gratis itu kan sudah diamanhkan undang-undang, uang yang diberikan pemerintah daerah lewat program kepala daerah itu kan bahan janji politiknya,”
Lebih lanjut Ia menyampaikan jika benar Program Pendidikan Gratispol itu diterapkan tahun 2025 dan tidak sesuai dengan kebutuhan penerimaan (SPP) makan itu bukan disebut sebagai program gratispol melainkan insentif.
“Ini kan masih abu-abu tentang gratispol. gratis apanya dulu, gratis biaya pendidikan tapi ada beban pendidikan yang lain yang diberikan. Namanya gratis, tidak akan dikenakan biaya, Kalau ada anggaran itu, itu bukan beasiswa tetapi insentif,” ucapnya.
Buyung menjelaskan Pendidikan Gratispol bukan hanya bicara soalnya beasiswa baik yang diterima di sekolah tingkat dasar hingga program doktor, tetapi bagimana pemerintah harus memikirkan baik dari segi infrastruktur pendidikan, tenaga pengajar, kualitas guru hingga dosen terpenuhi.
“Bukan uangnya, tapi bagimana pendidikan itu bisa dirasakan semua orang yang mendapatkan pendidikan tidak membayar apapun, tidak ada pungli, tidak ada kewajiban membeli buku, membeli seragam sekolah,” katanya.
Ia juga menegaskan klasifikasi atau syarat dalam penerimaan program pendidikan Gratispol dari Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud-Seno Aji tidak sesuai dengan janji-janji saat pilkada.
“Klasifikasi Gratispol mengkhianati janji pada pilkada, misalnya harus ada terakreditasi, harus ada klasifikasi, pendidikan itu ndak perlu diklasifikasi, siapa yang bersekolah, siapa yang berkuliah itu tanggung negara termasuk daerah, kalau alasan efisiensi, kurangi perjalanan dinas, dan makan minum rapat, setiap OPD di provinsi Kalimantan Timur,” tegasnya.
Bicara soal transparansi anggaran dalam program pendidikan Gratispol yang akan disalurkan, Pemerintah harus sesuai berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 Tentang keterbukaan informasi publik.
Namun di Kalimantan Timur Ia melihat keterbukaan informasi publik yang dilakukan oleh Pemerintah masih tertutup. Baik dari Perencanaan hingga evaluasi.
“Transparansi anggaran itu di Kalimantan Timur adalah momok yang sangat menakutkan bagi siapa? Bagi pemerintah daerah, untuk terbuka,” ujarnya.
Dari segi manfaat program Gratispol baik terhadap penerimaan maupun Pemerintah Kaltim, Ia menyarankan diperlukan monitoring dan evaluasi sehingga tidak seperti beasiswa Kaltim sebelumnya.
“Ini kan belum diluncurkan, masih memilah milih, atau masih berkelit dulu untuk keluarkan anggarannya. Jangan sampai mereka melakukan hal sama seperti Kaltim tuntas dan beasiswa Kaltim tuntas tidak pernah ada evaluasi tidak pernah dimonitoring,” ujarnya.
Program gratispol hingga jenjang S3 diharapkan menjadi pintu bagi orang-orang seperti Andi Rosmini melihat anak-anaknya meraih pendidikan setinggi-tingginya. Karena selama ini pendidikan tinggi ibarat kata-kata asing bagi mereka tak hanya dari siss ekonomi tapi juga informasi.
Program Gratispol yang digaungkan Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Rudy Mas’ud, sebagai jalan pendidikan gratis dari D3 hingga S3 bagi warga Kaltim mulai membuka harapan banyak keluarga.
Tapi di balik semangat besar itu, masih ada suara-suara kecil yang penuh harap, namun juga menyimpan keraguan, seperti kisah Andi Rosmini, seorang ibu rumah tangga asal Samarinda Seberang yang kehilangan suaminya tahun lalu.
Rosmini kini menjalani hari-harinya sebagai orang tua tunggal, menghidupi dua anaknya yang masih sekolah: Andhika, siswa kelas 3 SMK, dan adiknya yang duduk di kelas 5 SD.
Sejak sang suami yang bekerja sebagai pencuci bus di Terminal Banjarmasin meninggal dunia pada 3 Oktober 2024 akibat sakit, Rosmini menggantikan peran ganda dalam keluarga.
Ia bekerja serabutan membantu usaha tetangga, sambil mengandalkan dukungan keluarga, khususnya adik iparnya yang secara rutin membantu keuangan anak-anaknya.
Rosmini mengaku pernah mendengar soal Gratispol, namun informasi itu datang bukan dari pemerintah secara langsung, melainkan hanya lewat cerita orang. “Katanya cuma yang semester dua yang bisa, itu juga cuma dengar-dengar,” ujarnya saat ditemu TribunKaltim, Rabu (9/4/2025).
Ia mengaku tidak aktif mengikuti berita, dan bingung bagaimana cara mendapatkan informasi resmi soal program itu. Andhika, anak sulungnya, sudah mencoba mendaftar ke Politeknik Negeri Samarinda (Polnes) karena lokasinya dekat dari rumah, namun gagal di seleksi gelombang pertama.
“Teman-temannya juga banyak yang tidak lolos, cuma satu yang masuk jurusan pelayaran,” kenang Rosmini.
Kini, Andhika sedang mempertimbangkan jalur mandiri, tapi tetap memilih kuliah di dekat rumah.
Rosmini menceritakan, anaknya sempat ditawari kuliah di Penajam oleh pamannya, namun ia menolak. “Dia bilang tidak mau jauh dari saya. Bapaknya sudah enggak ada, dia enggak mau jauh-jauh,” kata Rosmini.
Bagi Rosmini, pendidikan tinggi adalah sesuatu yang masih asing, bukan hanya dari sisi ekonomi, tapi juga dari segi informasi.
“Saya nggak ngerti soal kuliah. Jadi saya suruh anak saya tanya-tanya sama temannya saja,” ungkapnya. Ketidaktahuan inilah yang membuatnya ragu saat mendengar anaknya mau daftar Gratispol. Ia sempat khawatir, lantaran Andhika kurang percaya diri setelah mendengar bahwa beasiswa tergantung nilai.
“Saya bilang sama anak, coba saja dulu. Kan katanya bisa sampai S3, kalau memang lulus. Saya juga disuruh keluarga pantau terus informasinya, tapi saya nggak tahu harus lihat di mana,” ucapnya.
Sementara itu, untuk biaya kuliah, Rosmini sudah mulai menyisihkan sedikit demi sedikit dari bantuan bulanan sang adik ipar. “Kalau sistem kuliah bayar tiap enam bulan, saya rasa bisa dicicil. Yang penting anak saya bisa lanjut,” katanya.
Rosmini bukanlah ibu yang menuntut banyak dari negara. Ia hanya ingin anaknya bisa kuliah, bisa mengangkat kehidupan mereka yang selama ini serba terbatas.
“Sebelumnya anak saya enggak pernah dapat beasiswa. Kalau adiknya pernah dua kali dari PIP (Program Indonesia Pintar). Saya pengennya si Andhika daftar Gratispol, tapi saya takut dia nggak lulus,” ucap Rosmini.
Rosmini sendiri berasal dari Sulawesi Selatan, merantau ke Samarinda sejak 2006. Dalam keterbatasan hidup di tanah perantauan, ia ingin memberikan sesuatu yang lebih baik untuk masa depan anak-anaknya.
Namun program Gratispol yang digadang-gadang mampu memberi akses pendidikan merata itu, belum sepenuhnya menjangkau orang seperti Rosmini. “Apalagi saya sebagai orang tua yang kurang ngerti,” tutur Rosmini.
Rosmini percaya pada niat baik pemerintah. Ia melihat janji Gratispol sebagai sesuatu yang patut didukung.
“Kalau dari caranya saya lihat bagus. Kita harus percaya, karena tidak semua orang punya kemampuan sama. Tapi ini kan baru, makanya harus dikasih tahu lebih jelas lagi supaya semua bisa percaya dan ikut,” ujarnya.
Kini, Rosmini masih menanti sambil terus menyemangati Andhika untuk tidak menyerah. “Omnya bilang, jangan langsung kerja setelah lulus. Pokoknya kuliah dulu. Itu harapan kami,” tutupnya. {}