Berita Golkar – Seminar nasional bertema “Apakah Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Menjadi Solusi Bagi Politik Perempuan di Indonesia” digelar oleh B-Trust Advisory Board bersama Konrad Adenauer Stiftung. Acara ini menghadirkan pembicara dari peneliti senior BRIN, Siti Zuhro; Perludem, Titi Anggraini; dan Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan DPP Partai Golkar, Hetifah Sjaifudian serta dimoderatori Pemimpin Redaksi IDN Times, Zulfiani Lubis.
Dengan peserta sebanyak 150 orang yang terdiri dari aktivis, anggota legislatif perempuan, kader partai, NGO, dan Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI), seminar ini bertujuan membahas kelebihan dan kekurangan sistem proporsional terbuka dan tertutup, serta strategi mendorong keterwakilan perempuan dalam politik.
Siti Zuhro menilai sistem proporsional terbuka memperburuk praktik nepotisme dan politik uang, serta melemahkan peran partai. Ia mendukung sistem tertutup sebagai solusi untuk meningkatkan representasi perempuan, asalkan ada regulasi tegas untuk mencegah distorsi seperti di era Orde Baru.
Sebaliknya, Titi Anggraini menegaskan bahwa sistem proporsional terbuka sesuai dengan amanat UUD 1945. Menurutnya, perbaikan sistem, seperti pengawasan terhadap politik uang, lebih diperlukan daripada mengganti sistem pemilu.
Sementara itu, Hetifah Sjaifudian menyoroti kelebihan dan kelemahan kedua sistem. Sistem terbuka, katanya, membuka peluang bagi kandidat profesional di luar partai dan mendorong interaksi langsung dengan pemilih, tetapi melemahkan posisi partai dan meningkatkan biaya politik. Sebaliknya, sistem tertutup memperkuat kontrol partai, mengurangi biaya individual, tetapi tetap menyisakan bias pemilih dan partai dalam menentukan calon.
Ketua Umum DPP Pengajian Al-Hidayah ini menyoroti kendala perempuan dalam pemilu, terutama penempatan di nomor urut rendah, seperti nomor 3 hingga 6, yang secara statistik mengurangi peluang keterpilihan.
“Terlepas dari sistem yang digunakan, jika partai tidak memberikan dukungan strategis kepada perempuan melalui pendidikan, kaderisasi, dan kebijakan pencalonan, representasi perempuan akan tetap minim,” tegas Hetifah.
Seminar ini menjadi pengingat pentingnya penguatan institusi partai dan langkah konkret untuk mendukung perempuan agar lebih berdaya dalam politik. {redaksi}