Berita Golkar – Ramainya penolakan kepala daerah terhadap kebijakan pemangkasan anggaran Transfer ke Daerah (TKD) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 ditanggapi oleh Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun.
Misbakhun mencatat kebijakan tersebut bukan berarti daerah kehilangan alokasi anggaran pembangunan, melainkan hanya perubahan mekanisme penyalurannya oleh pemerintah pusat. Pemerintah tetap menggelontorkan dana pembangunan ke daerah, hanya saja tidak seluruhnya melalui mekanisme TKD.
Pembangunan bisa dilakukan melalui berbagai jalur, baik lewat transfer ke daerah melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), maupun melalui program lain yang ditetapkan lewat instruksi presiden (Inpres).
Menurutnya mekanisme manapun yang digunakan, penerima manfaatnya tetap masyarakat di daerah, sehingga tujuan pembangunan tetap tercapai meskipun jalurnya berbeda.
“Jadi gini, masalah transfer daerah dan belanja pusat itu masalah mekanisme, masalah mekanisme,” ujar Misbakhun kepada Kompas.com ketika ditemui di gedung Palmerah Selatan, Kamis (9/10/2025).
“Mekanismenya adalah apakah belanja pembangunan itu melalui transfer ke daerah, melalui APBD, atau dilaksanakan oleh pemerintah pusat lewat Inpres atau Banpres. yang rakyat yang menerima kan sama kan? Sama aja kan? Sama aja,” paparnya.
Ia memandang keluhan kepala daerah muncul karena mereka terbiasa bergantung pada dana transfer pusat. Padahal pembangunan di daerah tetap berjalan, hanya lewat jalur yang berbeda. Karena itu, Misbakhun membantah jika pemotongan anggaran TKD membuat proyek pembangunan infrastruktur di daerah menjadi lamban.
“Enggak, karena belanja pemerintah pusatnya masih besar, lewat Inpres dan Banpres. Jadi pembangunan itu tidak berhenti, cuma mekanismenya dengan pemerintah pusat melalui Inpres atau Banpres, atau pemerintah daerah melalui APBD, yang menerima rakyatnya sama kok, rakyat Indonesia juga,” tukasnya.
Lebih jauh, Misbakhun mengakui bahwa keresahan para kepala daerah terkait pemotongan TKD memang wajar, namun ia menilai pemerintah sudah berupaya memberikan kelonggaran.
Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, sendiri telah menaikkan batas defisit anggaran dari 2,48 persen menjadi 2,68 persen, atau bertambah sekitar Rp 51 triliun.
“Tapi kan sudah dilonggarkan sama Pak Purbaya dengan defisit dinaiki dari 2,48 ke 2,68, iya kan, naik Rp 51 triliun. Tapi masih belum, ya nanti harus dipikirkan ulang,” kata politisi asal Partai Golkar itu. {}