Soedeson Tandra Dalami Aspek Konseptual Pencegahan Korupsi Capim KPK

Berita Golkar – Anggota Komisi III DPR RI Soedeson Tandra menggali mengenai konsep pencegahan korupsi dan peran masyarakat dalam pemberantasan korupsi dalam uji kelayakan dan kepatutan Calon Pimpinan KPK Masa Jabatan Tahun 2024-2029.

Dalam kesempatan tersebut, Soedeson mendalami paparan yang disampaikan oleh Calon Pimpinan KPK Ida Budhiati, terutama mengenai bagaimana membangun budaya anti-korupsi yang kuat di Indonesia.

“Ibu tadi membuka menerangkan mengenai makalah Ibu ini dengan mengatakan ada dua aspek, salah satu adalah aspek konseptual. Nah saya tuh ingin menggali lebih dalam aspek konseptual berkaitan dengan optimalisasi peran masyarakat generasi muda dalam efektivitas pencegahan korupsi dan kebudayaan korupsi. Fokus saya, kira-kira di dalam pemikiran konseptual ibu mengenai pencegahan korupsi dan budaya anti-korupsi ya kira-kira kaitannya itu di mana?” ujarnya saat mengikuti  Rapat Pemilihan dan Penetapan Calon Pimpinan KPK Masa Jabatan Tahun 2024-2029 di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024).

Kemudian, ia juga menyoroti mengenai konsep ‘Trisula Anti Korupsi’ yang disampaikan oleh Calon Pimpinan KPK Ida Budhiati, yang dikatakan mencakup tiga pilar penting yakni pencegahan, pendidikan, dan penindakan. Soedeson mempertanyakan pandangan Ida Budhiati mengenai pandangannya terhadap urutan prioritas dari konsep ‘Trisula Anti Korupsi’ yang diusungnya.

“Kira-kira pemikiran secara konseptual Ibu? karena tidak mungkin Ibu meletakkan ini secara sengaja kan? pasti ada maksudnya. Kenapa pencegahan di depan baru pendidikan? apakah menurut Ibu lebih penting itu mana? pendidikan yang menghasilkan budaya anti korupsi, baru kemudian kita menerapkan pencegahannya, baru kemudian penindakannya? atau kita cegah dulu setelah kita melawan pencegahan dapat menimbulkan partisipasi masyarakat yang akhirnya menimbulkan budaya hukum?” tambah Politisi Fraksi Partai Golkar itu.

Ia pun memberikan contoh mengenai apa yang terjadi pada Singapura pada saat awal didirikan. Menurutnya Negara Singapura berhasil membangun kedisiplinan hukum melalui penegakan yang keras di awal generasi, diikuti oleh pembentukan budaya hukum pada generasi berikutnya.

“Pendiri Negara Singapura itu mendirikan Negara Singapura itu dengan fokus. Pertama itu apa? karena masyarakatnya nggak tertib bu, maka diterapkan hukum yang keras. Generasi pertama dipaksa untuk mematuhi hukum karena takut, generasi kedua demikian, tapi generasi ketiga mereka itu kemudian mentaati hukum karena budaya hukum. Nah coba Ibu kaitkan dengan makalah Ibu ini dan berikan penjelasan sehingga kami ini yakin bahwa ibu ini mempunyai kapasitas dan kompetensi,” ujarnya, dikutip dari laman DPR RI. {}