Soroti Pelemahan Industri Tekstil RI, Firman Soebagyo Dorong Perumusan RUU Guna Lindungi Bahan Baku Tekstil

Berita GolkarAnggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo menyoroti persoalan Sritex dan industri pertekstilan tanah air yang berada di ujung tanduk. Ia menekankan industri tekstil perlu perlindungan dari negara. Tidak hanya dalam persoalan nilai ekonomi yang dihasilkan, namun juga faktor kesejarahan yang luar biasa besar.

Hal ini disampaikan Firman Soebagyo dalam agenda Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg DPR RI dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) di Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (4/11/2024).

“API ini perlu kita lindungi, pertekstilan kita lindungi. Karena ini sejarahnya luar biasa. Saya sudah melihat ketika Baleg yang lalu kita berkunjung ke Sritex. Kami bangga. Karena salah satu produk tekstil yang sampai sekarang masih existing dan mensuplai uniform tentara dari berbagai negara ada di situ semua,” tutur Firman Soebagyo dikutip redaksi Golkarpedia pada Selasa (05/11).

Dewasa ini, industri pertekstilan tanah air mengalami guncangan hebat. Tidak hanya dari menurunnya jumlah permintaan, tetapi faktor sulitnya bahan baku membuat sektor industri tekstil tertekan. Selama ini menurut Firman, kita sangat ketergantungan terhadap bahan baku impor. Kuota bahan baku impor yang diterapkan dalam tekstil dan garmen dianggapnya juga mengganggu keberlanjutan industri dalam negeri.

Sulitnya bahan baku lantas membuat biaya produksi melambung tinggi. Ketika sudah berproduksi dengan biaya tinggi, tantangan lain adalah maraknya impor pakaian bekas ilegal yang masuk ke Indonesia, hal ini membuat kondisi industri tekstil makin berada di ujung tanduk.

“Yang memprihatinkan masalah API ini adalah bahan baku. Bahan baku kapas ini sudah tidak diproduksi di dalam negeri. Sehingga ketergantungan terhadap bahan baku impor ini menjadi masalah besar. Kuota bahan baku impor yang diberlakukan pun membuat kontinuitas produksi terganggu. Akibatnya biaya produksi melonjak. Derita ini makin bertambah dengan banyaknya impor pakaian bekas ilegal yang membuat industri tekstil makin terpuruk,” tambah tokoh senior Partai Golkar ini.

Bagusnya sebagai pengganti kapas, sudah ada alternatif bahan baku berupa pulp and paper. Namun kekurangannya adalah belum ada regulasi yang mengatur dan memberi perlindungan terhadap penggunaan pulp and paper di sektor tekstil. Untuk itu Firman Soebagyo mendorong agar persoalan ini menjadi perhatian Komisi IV DPR.

“Sekarang ini ada alternatif menggunakan pulp and paper, tapi dalam penggunaan pulp and paper belum ada regulasi yang memberikan perlindungan hukum bagaimana nantinya menjadi bahan baku utama pengganti kapas. Nah ini mungkin yang kita perlu bikin regulasi,” jelas Firman.

Dalam kesempatan itu, Firman meminta API agar bersama-sama membahas mengenai usulan RUU tersebut, termasuk perihal mengenai bahan baku alternatif selain kapas seperti pulp and paper. Menurutnya, hal ini perlu dilakukan guna menghindari celah yang yang berpotensi menjadi persoalan di dunia Internasional.

“Kalau perlu nanti suatu saat Bapak bisa membuat tim lah ya, masing-masing nanti diberikan masukkan kepada DPR itu secara rigid dalam bentuk tertulis, sehingga nanti itu bisa dijadikan masukan kepada perumusan pembuatan undang-undang sehingga undang-undang itu bermakna bagi semuanya,” pungkas Firman yang juga Ketua Dewan Pembina SOKSI. {redaksi}