Berita Golkar – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Firman Soebagyo menyoroti perihal revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI). Menurutnya ada beberapa poin substansial yang bakal menjadi basis perubahan undang-undang.
Jika dibedah pasal per pasal, Firman menjelaskan di Pasal 1 UU P2MI misalnya, tentang pekerja migran dan lembaga yang membawahinya, ia menilai masih terjadi carut marut terutama pada persoalan sinkronisasi antar lembaga. Pada akhirnya pekerja migran yang berada di negara tujuan kebingungan apabila mendapatkan masalah di negara tujuan.
“Kemudian pasal 4, wilayah kerja pekerja migran di Indonesia itu sendiri dari mana sumbernya. Ini juga kulturnya kan berbeda karena Indonesia dari Sabang sampai Merauke ini punya kultur yang berbeda. Belum ketika mereka masuk ke negara tujuan, adaptasi dengan kultur di sana juga harus diberikan edukasi itu yang tidak pernah diberikan. Mereka datang ya datang saja,” tambah Firman Soebagyo dikutip redaksi Golkarpedia pada Sabtu (12/04).
Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI ini menekankan, sebagai pahlawan devisa, pekerja migran perlu diberikan pelayanan sebaik-baiknya. Dimulai dari persiapan keberangkatan dengan berbagai keahlian dan pengetahuan hingga upaya pelindungan di negara tujuan.
“Oleh karena itu harapan kami adalah Tenaga Kerja Indonesia yang keluar ini kan konon katanya sebagai pahlawan devisa negara, tapi kita belum memberikan treatment yang baik. Jangan sampai warga negara kita di luar negeri tidak tahu perwakilannya,” ujar Firman yang juga anggota Komisi IV DPR RI ini.
“Terutama saya mengusulkan hendaknya calon pekerja itu sebelum berangkat diberikan pembekalan-pembekalan, pendidikan yang mencukupi, kemudian juga diberikan buku saku, berikan alamat kedutaan besar di mana, siapa yang dihubungi kemudian kantornya di mana, alamatnya, nomor teleponnya berapa, itu harus lengkap,” tambah Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini.
Tak kalah penting, Firman juga menyoroti mengenai pentingnya negara memberikan pengampunan kepada pekerja migran yang berangkat secara ilegal. Tentu keberangkatan mereka bertujuan untuk bekerja menghidupi keluarganya, namun ada batasan-batasan yang tak kita pahami, terutama alasan rumitnya birokrasi kita. PMI yang berangkat secara ilegal dengan alasan seperti ini menurut Firman perlu diberikan pengampunan tanpa sanksi.
“Katakanlah mereka mau bekerja di Malaysia, mereka ingin percepatan. Orang yang seperti ini kan tujuannya bagaimana saya itu supaya tidak menjadi beban di desa bisa kerja dan kemudian mereka itu ambil jalan pintas. Yang seperti ini tentunya tugas kewajiban pemerintah memberikan pengampunan. Pengampunan dalam artian mereka dilegalkan tanpa ada sanksi,” pungkas Firman Soebagyo.