Berita Golkar – Mengawali karir sebagai seorang jurnalis, Meutya Hafid kini dikenal sebagai salah satu politisi perempuan terbaik di Indonesia. Kecerdasan dan kemampuan dasar dalam melakukan tugas jurnalisme membuat Meutya Hafid tidak terlalu sulit menjalani karir sebagai seorang politisi.
Hal itu dibuktikan oleh Meutya Hafid di parlemen, DPR RI. Selama ia menjabat sebagai seorang legislator, Meutya senantiasa vokal terhadap permasalahan yang ada di hadapannya. Misalnya ketika ia berada di Komisi XI DPR pada periode 2010-2014. Sebagai informasi, periode pertama Meutya duduk di DPR RI adalah di tahun 2010 sebagai PAW (Pergantian Antar Waktu) Burhanudin Napitupulu, yang meninggal dunia.
Di awal-awal Meutya duduk di DPR RI, ia ditugaskan oleh Fraksi Partai Golkar DPR RI di Komisi XI yang membidangi persoalan keuangan dan perbankan. Dalam tugasnya di Komisi XI DPR RI, perempuan kelahiran Bandung, 3 Mei 1978 ini tercatat sangat vokal dalam mengkritisi proses IPO (Initial Public Offering) PT Krakatau Steel karena dianggap membingungkan dan ada berbagai hal yang ditutupi.
Meutya juga turut mengkritisi mengenai terjadinya semacam insider trading (atas beberapa awak media yang dicurigai mendapat info rahasia dari Krakatau Steel sebelum IPO dilakukan) yang melibatkan dua media terbesar di Indonesia.
Saat masih berada di Komisi XI DPR RI, Meutya juga termasuk anggota DPR yang sejak awal mempertanyakan kurang profesionalnya jajaran direksi Merpati (PT Merpati Nusantara Airlines) yang terbelit berbagai hutang dan problem pengadaan pesawat. Termasuk saat jajaran direksi Merpati rapat dengan komisi XI (2010).
Dalam agenda-agenda rapat Komisi XI DPR, Meutya menunjukkan tajinya sebagai legislator. Meski ini periode pertamanya duduk di DPR RI, Meutya tak membutuhkan waktu lama untuk beradaptasi dalam pekerjaan. Intuisi, daya analisis ditambah kemampuan komunikasi membuat Meutya berbeda dengan figur-figur legislator lain.
Di mata awam, Meutya berhasil menyajikan panggung narasi dan retorika yang handal sebagai seorang legislator. Kritik-kritiknya tajam, data-data yang disajikan pun relevan. Meutya terlihat sebagai bibit politisi handal masa kini.
Memasuki tahun 2013, Meutya kemudian dirotasi posisinya hingga duduk di komisi I DPR RI, Meutya jauh lebih aktif menyikapi berbagai gugus kerja Komisi I yang membidangi persoalan luar negeri, komunikasi dan informatika serta intelijen. Bidang ini dirasa lebih sesuai dengan latar belakang Meutya Hafid.
Selain pernah mengenyam pendidikan tinggi bidang ilmu komunikasi di Universitas New South Wales, Meutya juga secara praktis pernah mencicipi dunia jurnalisme yang tentu berhubungan langsung dengan informasi dan komunikasi. Ditambah lagi, Meutya pernah berurusan langsung dengan diplomasi luar negeri Indonesia saat ia diculik oleh kelompok bersenjata saat bertugas sebagai jurnalis di Irak.
Kembali pada sepak terjang Meutya Hafid di Komisi I DPR RI, dirinya tercatat aktif mengawal RUU Veteran sehingga RUU ini telah menjadi UU (12 Oktober 2002), termasuk RUU yang cepat dibahas dan menjadi UU. Meutya juga aktif mempersoalkan penyadapan Australia terhadap Indonesia.
Sempat menjadi perwakilan DPR untuk kunjungan kerja ke Teheran (Iran), Meutya mempertanyakan kesiapan pemerintah (dalam hal ini Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa) untuk lebih aktif merespon segala rencana kerjasama bilateral kedua negara utamanya yang diinisiasi Iran yang belum kunjung direspon pemerintah Indonesia.
Saat pertemuan tahunan Parlemen ASEAN (April 2012), Meutya mengkritisi delegasi parlemen Malaysia yang tidak kunjung meratifikasi berbagai konvensi internasional yang memberikan kewajiban negara ratifikatornya untuk lebih peduli terhadap nasib buruh migran, dan mendesak parlemen Malaysia untuk lebih aktif menekan pemerintah Malaysia untuk memperlakukan TKI yang bekerja di Malaysia dengan lebih manusiawi.
Di periode DPR RI 2014-2019, berkat kinerja ciamik Meutya di periode sebelumnya, ia kembali ditempatkan di Komisi I DPR dan juga menjadi Wakil Pimpinan BKSAP (Badan Kerjasama Antar Parlemen) DPR. Namun, karena kisruh dualisme Partai Golkar di rentang periode tersebut, Meutya sempat dipindahkan ke Komisi VI DPR dan dicopot dari posisi sebagai Wakil Pimpinan BKSAP.
Pada Januari 2016, Meutya Hafid kembali ke posisinya sebagai anggota Komisi I dan menggantikan Tantowi Yahya sebagai Wakil Ketua Komisi tersebut. Rotasi pimpinan komisi yang terjadi pasca pergantian ketua DPR-RI juga mempengaruhi posisi Wakil Ketua Komisi I yang akhirnya menggantikan Meutya dengan Satya Widya Yudha.
Menjalani periode jabatan 2019-2024, ia diamanahi jabatan dari Fraksi Golkar DPR sebagai Ketua Komisi 1 DPR. Di penghujung masa jabatannya kini, berbagai karya legislasi telah dihasilkan oleh Meutya Hafid selama memimpin Komisi I DPR RI. Seperti misalnya pengesahan RUU PDP (Perlindungan Data Pribadi) menjadi undang-undang.
Pengesahan undang-undang PDP menjadi tapak penting kemajuan legislasi Indonesia dalam menjawab tantangan zaman. UU PDP dapat memberi perlindungan hak fundamental masyarakat, sebagai payung hukum yang komprehensif, berperan mendorong reformasi praktik pemrosesan data pribadi baik sektor publik dan privat, sebagai upaya tingkatkan standar industri.
Selain UU PDP, Meutya Hafid juga merupakan salah satu sosok yang berada di belakang digitalisasi penyiaran. Konsep digitalisasi penyiaran nasional bagi Meutya Hafid penting dilakukan dalam upaya mewujudkan penyiaran nasional yang berkualitas melalui Analog Switch Off (ASO).
Program ASO yang dicanangkan oleh pemerintah tidak saja sebagai tuntutan perkembangan global, tetapi juga dianggap memberikan banyak manfaat kepada masyarakat Indonesia.
Ketika menjabat sebagai Ketua Komisi I DPR RI, Meutya juga rajin menggaungkan internet sehat bagi masyarakat Indonesia utamanya generasi muda. Bagi Meutya penggunaan internet yang sesuai porsinya dengan mengedepankan nilai etika dan kesopanan adalah yang utama. Sebab masih banyak masyarakat yang menjadikan media sosial sebagai pelampiasan dampak emosi di dunia nyata.
Gaya diplomasi Meutya Hafid yang tegas tetapi memiliki sisi kelembutan juga memudahkan kerja-kerja parlemen dan komisi yang dipimpinnya. Rekan sejawatnya pun mengakui efektivitas kepemimpinan Meutya Hafid di Komisi I DPR RI. Apalagi menghitung Meutya adalah seorang perempuan.
Dengan keberadaannya sebagai Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid berhasil melawan stereotip tentang perempuan. Bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah, sementara Meutya memimpin sebuah komisi yang membidangi urusan maskulinitas negara. Seperti pertahanan, keamanan bahkan intelijen.
Pada Pemilu 2024, Meutya Hafid kembali terpilih duduk di DPR RI dengan raihan 147.004 suara dari Dapil Sumut I. Tidak ada yang menyangsikan kemampuan berpolitik Meutya Hafid. Pun dengan latar belakang serta kapasitas yang dimilikinya. Dengan segudang pengalaman, Meutya Hafid rasanya pantas diamanahi mengatasi persoalan yang khusus pada sebuah lembaga kementerian.
Profesionalitas dalam bekerja, sepenuh hati pada pengabdian, dan penuh determinasi dalam mewujudkan perjuangan membuat sosok Meutya Hafid lebih menonjol dibanding dengan figur anggota DPR lainnya. Meutya membuat lembaga DPR RI jauh lebih berwarna dan hidup dengan gagasan-gagasan yang progresif. {redaksi}