Daerah  

Syarif Guska Soroti Pemanfaatan Dana Keistimewaan Untuk Entaskan Kemiskinan di DIY

Berita Golkar – Tingginya angka kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah pekerjaan rumah besar yang harus jadi prioritas. Apalagi DIY selain APBD juga memiliki Dana Keistimewaan (Danais) yang seharusnya mampu mengentaskan masalah kemiskinan.

Fraksi Partai Golkar DIY dalam catatan akhir tahunya menyoroti kinerja Pemda DIY dalam upaya menyelesaikan berbagai persoalan. Mulai dari kemiskinan, ketimpangan, pengelolaan sampah, alih fungsi lahan, minuman beralkohol, dan lain sebagainya.

Ketua Fraksi Partai Golkar DIY, Syarif Guska Laksana mengungkapkan bahwa sampai Triwulan III tahun 2024 angka kemiskinan di DIY mencapai 10,83%. Target angka kemiskinan di DIY berdasarkan RPJMD tahun 2024 sebesar 10,16%, artinya capaian penurunan angka kemiskinan di DIY baru mencapai 93,81% di sampai Triwulan III tahun 2024.

Angka ini jauh di atas angka rata-rata nasional 9,03% pada Juli 2024. Dalam 3 (tiga) tahun terakhir, angka kemiskinan di DIY selalu di atas target yang diharapkan.

“Apakah indikator kemiskinan berbasis pengeluaran masih relevan untuk kasus DIY. Mengingat baseline kemiskinan menurut BPS tahun 2024 sebesar Rp.602.437/kapita/bulan. Apakah baseline tersebut masih relevan digunakan di DIY, mengingat resilensi pangan di DIY cukup tinggi,” ujar Syarif Guska Laksana, Rabu (4/12/2024), dikutip dari Elshinta.

Menurutnya, tingginya angka kemiskinan di DIY yang melebihi rata-rata angka kemiskinan nasional dikarenakan resilensi ketahanan pangan dan kepemilikan aset di DIY yang cukup tinggi.

Banyak masyarakat di DIY yang mengandalkan ketahanan pangan karena kebutuhan pangannya tercukupi oleh lingkungan, gotong royong masyarakat yang luar biasa serta adanya kepemilikan aset (pohon jati, ternak) yang bisa menjadi sumber penghidupan masyarakat.

Selain itu, masyarakat DIY bukan merupakan masyarakat yang konsumtif, sehingga pengeluaran masyarakat bisa ditekan yang mengakibatkan pengeluaran masyarakat di bawah baseline angka kemiskinan

Indeks gini di DIY juga masih jauh dari target yang ditentukan, bahkan di atas angka rata-rata nasional. Indeks gini adalah indikator untuk mengukur ketimpangan kekayaan warga masyarakat. Apabila angka 0 berarti terjadi pemerataan kekayaan sedangkan angka 1 menunjukkan kondisi kekayaan yang benar-benar timpang yang didominasi oleh sebagian masyarakat.

Indeks gini di DIY tahun 2024 berada pada angka 0,435 pada Maret 2024 melebihi melebihi target RPJMD 2024 pada angka 0,419. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa capaian target indeks gini di DIY masih jauh dari harapan, bahkan melebihi rata-rata indeks gini nasional sebesar 0,379.

“Hal ini menunjukkan di DIY masih terjadi ketimpangan kekayaan yang cukup tinggi di dalam masyarakat. Rendahnya capaian indeks gini DIY karena adanya ketimpangan wilayah. Dimana pembangunan wilayah selatan kurang mendapatkan perhatian dibandingkan wilayah utara,”imbuhnya.

Hal ini pararel dengan tingginya angka kemiskinan di wilayah Kabupaten Bantul, Kulon Progo dan Gunungkidul dibandingkan wilayah utara (Sleman dan Kota Yogyakarta). Angka kemiskinan tahun 2024 di Bantul sebesar 11,66%, Gunungkidul 15,18%, Kulon Progo 15,62% sedangkan di Yogyakarta 6,26% dan Sleman 7,46%.

Selain Indeks Kinerja Utama (IKU) yang masih jauh dari target yang ditentukan, ternyata persoalan dana keistimewaan juga perlu menjadi perhatian. Lebih 1 (satu) dasa warsa keistimewaan DIY, danais yang sudah digelontorkan oleh APBN lebih dari 10 T.

Dari dana triliunan tersebut dialokasikan untuk 5 kewenangan yaitu kewenangan kebudayaan, tata ruang, pertanahan, kelembagaan serta Pengisian jabatan Gubernur dan wakil gubernur.

Pertanyaannya, apakah kesejahteraan masyarakat sudah tercapai ?. Karena salah satu tujuan keistimewaan DIY adalah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, sementara angka kemiskinan DIY, indeks gini, persoalan lingkungan/sampah di DIY masih belum terselesaikan dengan tuntas di DIY.

Penutupan TPST Piyungan menjadikan persoalan sampah di DIY tidak selesai dan bahkan sudah berlangsung selama lebih dari satu tahun. Sampah mulai menggunung di depo-depo sampah Kota Yogyakarta dan telah menimbulkan cairan lindi yang mengganggu lingkungan karena menimbulkan bau yang kurang sedap.

Selain itu, timbulan sampah terjadi dimana-mana, di trotoar, pinggir jalan yang tentunya mengganggu estetika, kesehatan dan kenyamanan warga kota. Permasalahan sampah di DIY, khususnya Kota Yogyakarta yang telah berlangsung selama setahun lebih dan sampai sekarang belum dapat terselesaikan karena keterbatasan lahan.

“Desentralisasi pengelolaan sampah menjadi “petaka” bagi Kota Yogyakarta yang “relatif” tidak mempunyai lahan dalam pengelolaan sampah. Hal tersebut menjadi problematika yang sampai sekarang belum terurai,”katanya.

Peredaran minuman beralkohol yang marak terjadi yang diawali dengan terjadinya penusukan santri di wilayah Prawirotaman Kota Yogyakarta pada Selasa, 22 Oktober 2024 telah menimbulkan gejolak di masyarakat dalam menolak peredaran minuman beralkohol di DIY.

Perda DIY Nomor 12/20215 telah terjadi banyak pelanggaran dalam penjualan, peredaran dan/atau penyimpanan minuman beralkohol dan oplosan. Bahkan menurut Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY ditemukan mayoritas penjual minuman beralkohol di DIY tidak mempunyai ijin.

“Selain itu peredaran minuman beralkohol banyak dilakukan di tempat-tempat yang dilarang, pelaku usaha masih memperjualbelikan minuman beralkohol kepada konsumen di bawah usia 21 (dua puluh satu) tahun, penjualan minuman beralkohol masih banyak dilakukan secara online maupun layanan antar dan masih banyak pelanggaran lainnya,”ungkap politisi Partai Golkar tersebut.

Kemudian maslaah alih fungsi lahan pertanian masih terus terjadi. Diperkirakan alih fungsi lahan terjadi sekitar 150-200 hektar per tahunnya. Bahkan menurut perkiraan akan terjadi kekurangan lahan pertanian pada tahun 2040-2050. Oleh karenanya pengendalian alih fungsi lahan pertanian. perlu menjadi perhatian dari Pemda DIY bersama dengan Pemerintah Kabupaten.

Seperti diketahui DIY merupakan destinasi wisata setelah Bali. Di setiap libur akhir tahun. maupun long weekend, DIY selalu kebanjiran wisatawan. Di satu sisi akan memberikan dampak. positif bagi perekonomian di DIY, namun di sisi lain akan berdampak bagi kemacetan.

Tentunya perlu adanya penataan lalu lintas agar tidak terjadi kemacetan atau penumpukan kendaraan pada area pusat wisata seperti Malioboro, pusat kuliner maupun budaya (kotadege dan Keraton). Selain menimbulkan kemacetan, tentu berdampak atas polusi udara yang dihasilkan. oleh kendaraan tersebut.

Oleh karena itu Fraksi Partai Golkar DIY, memandang perlu kiranya indikator kinerja utama (IKU) yang belum tercapai digenjot oleh Pemda DIY secara optimal agar setidaknya mendekati target yang diharapkan.

Danais perlu dipergunakan untuk menggenjot indikator tersebut agar ketimpangan, kemiskinan, persoalan sosial, lingkungan tidak semakin dalam. Fraksi Partai Golkar DPRD DIY berharap Pemda DIY melakukan:

1. Optimalisasi dana keistimewaan (danais) untuk pengentasan kemiskinan, peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam layanan kebutuhan dasar, penciptaan lapangan kerja, serta membangun karakter manusia DIY yang memegang teguh budaya jawa yang adiluhung.

2. Optimalisasi pembangunan di wilayah selatan DIY khususnya pemenuhan layanan kebutuhan dasar.

3. Pemda DIY melakukan kajian atas kemiskinan DIY yang disesuaikan dengan kondisi khas DIY. Perlunya kajian multidimensional kemiskinan, mengingat data BPS sebagai rujukan kebijakan secara nasional.

4. Mengedepankan sinergi dan kolaborasi antar sektor agar program kegiatan dan capaian kinerja Pemda DIY tepat sasaran, dapat diukur dan memberi dampak bagi masyakarat.

5. Pemda DIY perlu membantu penanganan pengelolaan sampah yang terjadi di Kota. Yogyakarta.

6. Optimalisasi dan sinergi antar pemerintah DIY dengan kabupaten terkait dengan pelaksanaan Perda tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan mengurangi laju alih fungsi lahan di DIY. dalam

7. Optimalisasi penataan lalu lintas di DIY untuk mencegah adanya kemacetan di saat liburan.

8. Penegakkan Perda DIY No. 12/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol serta Pelarangan Minuman Oplosan perlu melibatkan semua pihak baik pemerintah, lembaga masyakarat, masyarakat dan aparat penegak hukum. {}