DPP  

Tak Bertentangan dengan MK, Henry Indraguna Nilai Perpol 10/2025 Justru Pertegas Tata Kelola Penugasan Polri

Berita GolkarPengamat Hukum Profesor Henry Indraguna menilai terkait Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2025, regulasi tersebut tidak bertentangan dengan Putusan MK. Justru, Perpol itu dapat dipahami sebagai instrumen penataan administratif untuk menjawab pesan Mahkamah Konstitusi.

Perpol 10/2025 mengatur mekanisme penugasan secara lebih tertib, mulai dari adanya permintaan resmi dari instansi pengguna, pembatasan pada instansi yang relevan dengan fungsi kepolisian.

“Perpol 10/2025 harus dibaca secara utuh dan sistematis, dengan demikian aturan tersebut menjadi bentuk penataan agar penugasan anggota Polri lebih jelas secara hukum,” terang Guru Besar Unissula Semarang Prof Henry Indraguna dalam keterangan tertulis, Minggu (14/12/2025).

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo telah menerbitkan Perpol Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Polri yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Polri. Perpol tersebut ditandatangani, pada 9 Desember 2025.

Dalam Perpol itu, terdapat 17 kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh anggota Polri aktif. Pasal 3 Perpol 10/2025 menyebutkan bahwa pelaksanaan tugas anggota Polri dapat dilakukan pada kementerian, lembaga, badan, komisi, organisasi internasional, atau kantor perwakilan negara asing yang berkedudukan di Indonesia.

Menurut Penasehat Ahli Balitbang DPP Golkar Prof Henry, pada Pasal 3 ayat (3) Perpol 10/2025 menyatakan bahwa pelaksanaan tugas anggota Polri dapat dilakukan pada jabatan manajerial maupun nonmanajerial.

“Sementara itu, Pasal 3 ayat (4) menegaskan bahwa jabatan tersebut harus memiliki keterkaitan dengan fungsi kepolisian serta dilaksanakan berdasarkan permintaan dari kementerian, lembaga, badan, atau komisi terkait,” ujar Waketum DPP BAPERA Prof Henry.

“Secara utuh dan sistematis, Perpol ini justru sejalan dengan putusan MK. Intinya menutup celah-celah yang sebelumnya belum diatur secara rapi,” tambah Ketua DPP Ormas MKGR Prof Henry.

Lanjut Prof Henry, Mahkamah Konstitusi justru menekankan pentingnya penataan dan pembatasan kewenangan agar praktik penugasan tersebut dilakukan secara jelas, terukur, dan tidak menimbulkan tumpang tindih fungsi.

“Putusan MK itu bukan soal boleh atau tidak bolehnya Polri diperbantukan. Justru kejelasan status dan rantai komando,” papar Wakil Ketua Dewan Penasehat AMPI Prof Henry.

Pertimbangan hukum MK berangkat dari kedudukan Polri sebagai alat negara sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (4) UUD 1945, yang memberikan mandat kepada Polri untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.

“Peraturan Kapolri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 yang baru diterbitkan tidak bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai jabatan fungsional dan struktural bagi anggota Polri di luar institusi kepolisian,” pungkas Wakil Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI) Prof Henry Indraguna.

Leave a Reply