Berita Golkar – Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Nurdin Halid menyatakan koperasi bukan hanya sekadar bagian dari sistem ekonomi, akan tetapi juga menjadi bagian nilai fundamental bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, dirinya mendukung penuh revisi Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Pernyataan ini disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VI DPR RI dengan para praktisi dan akademisi yakni Emy Nurmayanti, M.S.E., Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc., Prof. Dr. Pujiyono Suwadi, S.H., M.H., dan Prof. Dr. Gunawan Sumodiningrat M.Ec., Ph.D., di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2024).
“Kita ini juga ada kekeliruan selama ini memandang koperasi. Kita hanya memandang selama ini koperasi sebagai sebuah bentuk ekonomi, harusnya koperasi dipandang juga sebagai seperangkat nilai bangsa. Sejatinya, Bung Karno mengatakan begini, bahwa Indonesia jati dirinya ini gotong royong dan koperasi jati dirinya adalah gotong royong,” ujar Nurdin, dikutip dari laman DPR RI.
Politisi Fraksi Partai Golkar tersebut pun menyayangkan koperasi masih belum dimaksimalkan untuk menjadi soko guru perekonomian nasional. Padahal, sebutnya, berdasarkan Ketetapan MPR Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi, ada 4 pasal yang menyatakan bahwa koperasi sebagai pelaku ekonomi nasional harus memperoleh ruang yang cukup serta mendapatkan perlindungan dalam penyelenggaraanya.
Akan tetapi, dirinya menyayangkan bahwa realita berkata sebaliknya. “Kalau kita melihat fakta sekarang, kenapa koperasi masih jauh dari soko guru perekonomian nasional kita, ada dua faktor, menurut saya, bahwa koperasi tidak mendapatkan alokasi ekonomi dan negeri ini dikuasai oleh para kapitalis termasuk kebijakan oleh negara,” terangnya.
Maka dari itu, Nurdin mengusulkan untuk revisi sejumlah pasal yang ada di dalam UU Perkoperasian. Di antaranya, UU Perekonomian Nasional pasal 33 ayat 1, 2, dan 3. Usulan revisi ini, harapnya, memastikan koperasi memiliki landasan kuat untuk sungguh-sungguh diterapkan dan dilindungi oleh negara.
“Pemerintah perlu melakukan intervensi. Nah, keterlambatan untuk memajukan koperasi Indonesia karena ketidakberpihakan kebijakan pemerintahan,” pungkas Ketua Dewan Koperasi Indonesia itu. {}