Berita Golkar – Kepala Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Presiden Partai Golkar, Nusron Wahid, mempertanyakan pihak-pihak yang mengkritik pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden (cawapres) pada Pemilu 2024. Nusron menuding, pihak-pihak tersebut tak ingin Gibran memenangkan pemilihan dan Indonesia dipimpin oleh anak muda.
“Ini persoalannya hanya mau enggak mau, karena enggak mau, takut kalah karena Indonesia ini 56 persen pemilihnya adalah anak muda, generasi milenial, maka harus dihambat karena takut akan mendapatkan dukungan anak muda yang banyak,” kata Nusron di Jakarta, Kamis (9/11/2023), dikutip dari Kompas TV.
Nusron membantah bahwa untuk mencalonkan Gibran sebagai RI-2 pihaknya memanfaatkan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mulanya dipimpin oleh adik ipar Presiden Joko Widodo sekaligus paman dari Gibran, Anwar Usman.
Menurutnya, uji materi Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menguji soal norma syarat usia capres-cawapres, bukan menyoal perseorangan. Atas uji materi tersebut, bukan hanya Gibran yang bisa melaju sebagai calon presiden (capres) atau cawapres, tetapi siapa pun yang menjabat atau pernah menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat lain yang dipilih melalui pemilu.
“Yang diuntungkan akibat norma undang-undang itu di mana pejabat politik yang dipilih dari hasil pemilu, baik itu kepala daerah maupun anggota DPR, atau anggota DPD, anggota DPRD, kan banyak sekali, tidak hanya Mas Gibran,” katanya.
Lebih lanjut, Nusron menuding, ada pihak yang tak ingin anak muda, seperti Gihran, berkontestasi dalam pemilu presiden. Padahal, berkat putusan MK, semua pihak punya kesempatan yang sama untuk mencalonkan anak muda di bawah 40 tahun sebagai capres atau cawapres, selama punya pengalaman sebagai kepala daerah atau pejabat yang dipilih melalui pemilu.
“Kok seakan-akan ini hanya Mas Gibran (yang bisa mencalonkan diri), hanya karena mereka tidak mau anak muda tampil, kita mau anak muda tampil,” ujarnya.
Nusron juga membantah tudingan yang menyebut bahwa pencalonan Gibran sebagai RI-2 merupakan bentuk nepotisme. Sebab, kata dia, meski Gibran merupakan putra Presiden Jokowi, pilihan tetap ada di tangan rakyat. Menurut Nusron, seseorang disebut melakukan nepotisme jika menunjuk langsung kerabatnya untuk menduduki jabatan tertentu.
Misalnya, seandainya presiden mengangkat anaknya atau kerabat lain sebagai menteri atau pejabat. Contoh lainnya, jika bupati mengangkat anak atau istrinya sebagai kepala dinas atau sekretaris daerah. “Tapi kalau ini, yang milih rakyat. Kalau dikatakan ada nepotisme nepotismenya di mana?” ucap Nusron.
Lagi pula, kata Nusron, Jokowi dan keluarga hanya punya satu suara untuk mencoblos di pemilu. Menurutnya, hak suara keluarga Jokowi sama dengan rakyat Indonesia lainnya. {sumber}