DPP  

Tanggapi Permintaan Purnawirawan Soal Wapres, Bahlil Lahadalia Tegaskan Partai Golkar Solid Dukung Gibran

Berita Golkar – Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa partainya akan tetap solid mendukung pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, meskipun muncul usulan pencopotan Gibran dari sejumlah purnawirawan TNI-Polri.

Pernyataan ini disampaikan Bahlil usai membuka Musyawarah Daerah (Musda) DPD Partai Golkar Jawa Tengah di PO Hotel, Semarang, Jumat malam (2/5/2025).

“Saya pikir negara kita ini kan negara hukum ya, negara kita ini negara hukum. Proses Pemilu kan sudah selesai, sudah konstitusional,” tegas Bahlil, dikutip dari Kompas.

Menanggapi usulan tersebut, Menteri ESDM itu menyerahkan sepenuhnya kepada mekanisme hukum yang berlaku. Namun, ia menegaskan bahwa Partai Golkar akan berdiri di belakang pemerintahan hasil Pemilu 2024.

“Kalau ada yang berpikir di luar daripada hukum, ya kita serahkan pada mekanisme hukum. Tetapi Partai Golkar akan memperjuangkan, mempertahankan, dan mengawal program-program dari Pak Presiden sama Bapak Wakil Presiden. Itu,” imbuhnya.

Bahlil juga menyemangati kader Partai Golkar di Jawa Tengah untuk tetap bekerja dan menjaga konsolidasi politik menuju Pemilu 2029. Meski begitu, ia belum menyatakan sikap resmi apakah Partai Golkar akan kembali mengusung Gibran pada Pilpres berikutnya.

“Kita kan lagi kerja sekarang, lagi kerja dulu. Sekarang kita dukung, kita harus dukung pemerintah karena itu sebagai konsekuensi dari partai yang mengusung atau partai pendukung,” kata Bahlil.

Sebelumnya, Forum Purnawirawan TNI-Polri mengusulkan kepada MPR untuk mencopot Gibran Rakabuming Raka dari jabatan Wakil Presiden. Forum tersebut terdiri dari 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel.

Beberapa tokoh senior yang ikut menandatangani usulan itu antara lain Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi dan Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno.

Deklarasi mereka memuat delapan poin penting, termasuk penolakan terhadap kebijakan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), penggunaan tenaga kerja asing, hingga reshuffle kabinet terhadap menteri yang diduga terlibat korupsi.

Salah satu poin paling kontroversial adalah usulan pergantian Wakil Presiden, dengan alasan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat usia capres-cawapres dianggap menyalahi hukum acara dan UU Kekuasaan Kehakiman. {}