Berita Golkar – Sebuah workshop publik nasional bertajuk “Menuju Pemilu yang Adil dan Representatif” sukses diselenggarakan di Ballroom Hotel Unhas, Selasa (29/7/2025).
Acara ini bertujuan untuk menjaring masukan publik bagi revisi regulasi kepemiluan di Indonesia, dihadiri oleh sejumlah akademisi terkemuka dan pemangku kepentingan.
Workshop tersebut dibuka langsung oleh Wakil Rektor Unhas, Prof Farida Patittingi, menandakan dukungan penuh dari lingkungan akademik terhadap inisiatif penting ini.
Diskusi mendalam dalam acara ini menghadirkan penanggap dari berbagai latar belakang, termasuk Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Golkar Taufan Pawe, Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya, dan Perencana Madya Bappenas Republik Indonesia, Maharani.
Sesi pembahasan juga diperkaya oleh paparan dari Dekan FISIP Unhas serta dua narasumber ahli, yakni Prof Muhammad dan Endang Sari, keduanya dosen politik dari FISIP Unhas.
Dalam pemaparannya, Anggota Komisi II DPR RI, Taufan Pawe menyoroti pentingnya kesiapan Komisi II dan pemerintah dalam menghadapi Pilkada Serentak.
Ia menekankan pentingnya meminimalisir potensi permasalahan yang mungkin timbul selama proses penyelenggaraan Pilkada. Ia juga secara lugas menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dianggapnya sangat gamblang dalam pelaksanaannya, namun juga mengungkap beberapa kelemahan dalam Pilkada Serentak 2024.
“Kami berharap dengan putusan MK, kita buka semuanya sebelum masuk dalam sistem kepemiluan kedepannya,” kata Taufan Pawe, dikutip dari RepublikNews.
Ia juga menyoroti kasus-kasus pelanggaran, termasuk penggunaan ijazah palsu, yang menurutnya seharusnya tidak hanya dilihat dari syarat formalnya saja, melainkan juga harus ada verifikasi ijazah materil dan penelusuran yang lebih komprehensif.
“Penyelenggara harus berintegritas dan harus dibuat batasan tersendiri terkait keluasan dokumen. Kami mencoba merumuskan kewenangan penyelenggara untuk menentukan bukti tersebut,” tambahnya.
Diskusi dalam workshop ini tidak hanya berfokus pada evaluasi, tetapi juga pada perumusan solusi konkret. Beberapa poin penting yang mengemuka dari kajian akademik dan masukan publik meliputi hal-hal terkait perluasan pemilihan, kolaborasi lintas lembaga, modifikasi UU Pemilu melalui Omnibus Law, evaluasi sistem Pemilu dan uji coba sistem campuran, rancangan kalender Pemilu nasional dan daerah yang realistis, serta pembangunan kapasitas lembaga penyelenggara dan literasi publik digital.
Taufan Pawe menegaskan bahwa rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan dari workshop ini sejalan dengan semangat Komisi II DPR RI. “Kami akan sharing semua, pada hakikatnya apa yang ada dalam rekomendasi tersebut sama dengan semangat kami di Komisi II,” ujarnya.
Meskipun mengakui adanya pro dan kontra terkait keserentakan pemilu (berdasarkan putusan MK nomor 55 dan 135), Taufan Pawe menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat.
“Tidak ada pilihan lain, kita harus mengikuti apa yang menjadi keputusan MK. Ini simbol kenegaraan kita, MK itu lembaga negara yang punya kewenangan dan kapasitas,” tutupnya.
Workshop ini diharapkan menjadi pijakan penting bagi penyusunan regulasi kepemiluan yang lebih baik, adil, dan representatif di masa mendatang, dengan mengedepankan integritas penyelenggara dan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat. {}