Teknologi Digital Buka Peluang Agribisnis, Firman Soebagyo: Kalau Bisa Bikin Konten Viral, Kenapa Tidak Bikin Produk Tani Viral?

Berita GolkarAnggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo, menyoroti kondisi Indonesia yang sedang menghadapi ancaman serius di sektor pertanian akibat krisis regenerasi petani. Ia menyebut kondisi ini sebagai persoalan fundamental yang harus segera diatasi jika Indonesia ingin memastikan keberlanjutan pangan nasional dalam jangka panjang.

Firman menjelaskan bahwa mayoritas petani Indonesia saat ini berusia lanjut. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa rata-rata usia petani berada di kisaran 45–65 tahun. Dari total sekitar 33 juta petani, hanya 29 persen yang berusia di bawah 40 tahun.

Menurutnya, angka ini menunjukkan minimnya minat generasi muda untuk terlibat dalam pertanian. “Ini bukan angka semata, melainkan peringatan keras bagi masa depan ketahanan pangan kita. Tanpa regenerasi, kita mungkin hanya bisa menghadapi situasi kritis dalam 10 sampai 15 tahun ke depan,” tegas Firman.

Ia menilai bahwa sebenarnya sektor pertanian menyimpan potensi ekonomi yang sangat besar, terutama jika dikelola oleh anak muda yang kaya kreativitas dan familiar dengan teknologi digital. Transformasi teknologi seperti drone, Internet of Things (IoT), dan aplikasi manajemen pertanian membuka ruang baru bagi modernisasi.

“Pertanian kita tidak kekurangan peluang, yang kurang adalah keberanian anak muda untuk masuk dan mengambil peran besar dalam transformasi ini,” ungkap Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI ini.

Firman yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini turut menyoroti fenomena sosial yang berkembang saat ini, di mana banyak anak muda lebih tertarik menjadi selebgram, penjual online, atau kreator konten daripada turun langsung ke sawah. Padahal, potensi digitalisasi di sektor pertanian sangatlah besar.

“Kalau anak muda bisa membuat konten viral, mereka juga bisa membuat produk pertanian viral. Kalau mereka bisa jualan online, mereka juga bisa menjual hasil tani ke seluruh Indonesia. Dunia pertanian hanya butuh sentuhan kreativitas mereka,” ujarnya.

Lebih jauh, Firman menjelaskan bahwa pemerintah perlu mengambil langkah sistematis dan berkelanjutan untuk mendorong regenerasi petani. Ia menilai pendidikan dan pelatihan pertanian harus diperbarui agar sesuai kebutuhan zaman.

“Kita tidak bisa lagi mengajarkan pertanian dengan cara lama. Anak muda butuh pendekatan berbasis teknologi, inovasi, dan kewirausahaan agar mereka melihat pertanian sebagai masa depan, bukan masa lalu,” tegas legislator asal Pati, Jawa Tengah ini.

Selain pendidikan, ia mendorong insentif yang lebih konkret bagi petani muda, baik berupa akses modal, bantuan peralatan modern, maupun dukungan pasar. Firman menegaskan bahwa hambatan utama anak muda bukan ketertarikan, melainkan keberpihakan kebijakan. “Banyak anak muda mau bertani, tapi mereka berhenti sebelum mulai karena akses modalnya rumit dan pasarnya tidak pasti. Ini yang harus dibereskan negara,” dikatakan politisi senior Partai Golkar ini.

Peningkatan infrastruktur pertanian seperti irigasi modern, jalan produksi, gudang penyimpanan, dan fasilitas pascapanen juga disebut sebagai syarat mutlak. Firman menilai bahwa tanpa dukungan infrastruktur yang memadai, biaya operasional petani akan sulit ditekan. “Pertanian modern hanya mungkin terwujud jika infrastrukturnya modern. Kalau infrastrukturnya masih abad lama, anak muda tidak akan tertarik masuk,” sebut Firman.

Kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta pun dianggap sangat penting untuk memperkuat ekosistem pertanian. Menurut Firman, industri agritech, e-commerce, dan industri pangan harus menjadi mitra strategis bagi petani muda.

“Regenerasi tidak bisa berjalan sendiri. Kita butuh ekosistem yang menguatkan, bukan sekadar imbauan. Swasta harus masuk, teknologi harus hadir, dan pasar harus terbuka,” tambahnya lagi.

Tak kalah penting, Firman menekankan perlunya memperkuat kelembagaan petani seperti koperasi dan kelompok tani. Dengan kelembagaan yang kuat, akses pembiayaan, teknologi, dan pemasaran akan jauh lebih mudah. “Petani yang terorganisir akan selalu lebih kuat daripada petani yang berjalan sendiri. Kelompok tani adalah fondasi agar petani muda punya daya tawar dan kepastian usaha,” tegas Firman.

Di akhir pernyataannya, Firman menegaskan bahwa membangun masa depan pertanian bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga generasi muda Indonesia.

“Kalau anak muda mau turun dan pemerintah memberi dukungan nyata, kita bisa mewujudkan pertanian yang produktif, inovatif, dan sejahtera. Pertanian bukan hanya persoalan cukup makan, ini bisa jadi jalan hidup yang membangun rumah, menyekolahkan anak, dan membuka lapangan kerja,” tutupnya.

Firman optimistis bahwa dengan langkah yang tepat dan regenerasi petani yang kuat, Indonesia dapat mengamankan ketahanan pangan nasional dan mewujudkan kemandirian pangan yang berkelanjutan.

Leave a Reply