Berita Golkar – Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I Partai Golkar Aceh TM Nurlif berharap Pemerintah Aceh meninjau ulang seluruh pengelolaan karbon di provinsi paling barat Sumatera tersebut.
Menurutnya, potensi karbon yang dimiliki Aceh merupakan sumber daya ekonomi jangka panjang yang harus dikelola secara kredibel dan transparan.
“Karbon berbeda dengan tambang batu bara, migas, atau tambang-tambang lainnya. Jika hasilnya habis dieksploitasi,maka habis begitu saja. Tapi karbon, selama kita jaga hutan dengan baik selama itu pula kita tetap menerima manfaatnya, baik untuk pendapatan daerah maupun masyarakat,” kata Nurlif didampingi Ketua Fraksi Partai Golkar DPRA Muhammad Rizky dan Sekretaris Fraksi Khalid, serta unsur pengurus lainnya, dalam pertemuan beberapa waktu lalu.
“Selama lebih 40 tahun ada yang luput dari yang mestinya dinikmati oleh masyarakat dan merupakan pendapatan Aceh, baik provinsi maupun kabupaten kota, dari kawasan hutan Lauser sebagai salah satu paru-paru dunia yang sangat besar,” jelasnya, dikutip dari SerambiNews.
Untuk itu, Golkar menilai pemerintah perlu melakukan pendataan ulang serta review terhadap seluruh izin pengelolaan karbon yang telah maupun yang akan dikeluarkan.
Nurlif menegaskan, setiap perusahaan yang mendapat izin harus jelas manfaatnya, baik langsung maupun tidak langsung, bagi masyarakat dan pemerintah daerah.
“Kalau perlu, dengan kewenangan yang ada pemerintah sekarang dapat melakukan moratorium izin sampai semuanya benar-benar ditata dengan baik,” ujarnya.
Nurlif juga menyinggung fakta bahwa selama ini biaya besar untuk menjaga hutan Aceh justru ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat, bukan swasta. Selama ini, kata dia, puluhan miliar anggaran digelontorkan untuk pendanaan polisi hutan, reboisasi, dan berbagai keperluan lainnya.
“Hal ini luput dari pengetahuan masyarakat, bahkan kadang pemerintah pun tidak peka. Padahal ini menyangkut hajat hidup orang banyak, yang semestinya dikelola dengan manajemen yang kredibel, visioner dan transparan,” ungkapnya.
Lebih jauh, Nurlif menyarankan agar Pemerintah Aceh membentuk badan usaha daerah untuk mengelola potensi karbon yang begitu besar. Menurutnya, perusahaan swasta yang memperoleh konsesi juga bisa diwajibkan bekerja sama dengan perusahaan daerah.
Sebagai perbandingan, Nurlif mencontohkan Bali dan provinsi lainnya yang mampu mengelola potensi karbon dengan begitu baik serta dimanfaatkan sebagai potensi wisata, padahal luas hutannya tidak sebesar Aceh.
“Karbon Aceh adalah peluang besar. Yang kita butuhkan hanya pengelolaan yang profesional, kredibel, dan memastikan manfaatnya bagi masyarakat,” pungkasnya. {}