Berita Golkar – Wakil Gubernur Jawa Barat, Erwan Setiawan, menegaskan bahwa kolaborasi lintas sektor merupakan kunci utama dalam upaya eliminasi Tuberkulosis (TBC) di Jawa Barat.
Hal itu disampaikannya saat mendampingi kunjungan kerja Wakil Menteri Kesehatan RI, Dante Saksono Harbuwono, dalam kegiatan Penguatan Implementasi Desa dan Kelurahan Siaga TBC di Kantor Desa Sukadami, Kabupaten Bekasi, Senin (14/7/2025).
Menurut Erwan, penanggulangan TBC tidak bisa dilakukan secara parsial. Dibutuhkan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, serta partisipasi aktif masyarakat di tingkat akar rumput.
“Eliminasi TBC memerlukan kekompakan dan sinergi lintas sektor. Kehadiran langsung Kementerian Kesehatan di desa menjadi kekuatan besar dalam mencegah penyebaran TBC,” ujar Erwan, dikutip dari RRI.
Ia menambahkan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat berkomitmen untuk menjadi garda terdepan dalam upaya pemberantasan TBC. Salah satunya dengan mengoptimalkan peran kader Posyandu di tiap desa sebagai ujung tombak edukasi dan deteksi dini penyakit menular tersebut.
“Sosialisasi yang menyasar langsung masyarakat desa sangat vital untuk menekan angka penularan. Kader Posyandu menjadi bagian penting dari sistem pertahanan kesehatan masyarakat kita,” tegasnya.
Erwan juga mengapresiasi kehadiran Wakil Menteri Kesehatan dalam memperkuat implementasi program Desa Siaga TBC di Kabupaten Bekasi. Menurutnya, dukungan pemerintah pusat akan memperkuat dampak positif di tingkat lokal.
“Saya mengapresiasi langkah Kemenkes yang memperkuat program Desa Siaga TBC. Semoga langkah ini membawa perubahan nyata bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat Jawa Barat,” katanya.
Sementara itu, Wakil Menteri Kesehatan RI, Dante Saksono Harbuwono, menegaskan bahwa keberhasilan penanganan TBC tidak lepas dari keterlibatan aktif para pemangku kepentingan, khususnya kader kesehatan di lapangan. “Kalau kita bisa mengobati, maka itu menjadi kunci keberhasilan menurunkan angka tuberkulosis,” ujar Dante.
Ia menilai kader TBC dan Posyandu memiliki peran strategis karena mereka memahami kondisi sosial-budaya serta karakteristik penderita TBC di wilayahnya. “Bapak dan Ibu yang menjadi kader tentu lebih memahami muatan lokal dan dinamika sosial dalam menangani TBC di lingkungan masing-masing,” ujarnya. {}