Walikota Neni Moerniaeni Bikin Buku Ilustrasi Keindahan Laut Bontang Untuk Anak-Anak PAUD

Berita Golkar – Rabu (11/6/2025) sore itu, di rumah jabatan Ketua DPRD Bontang, Andi Faizal Sofyan Hasdam, pertemuan kami berlangsung cair. Tidak formal. Saya bersama tim Media Kaltim datang untuk bersilaturahmi dengan Andi Faiz. Seperti biasa, pembicaraan berkembang ke banyak hal. Dari laporan masyarakat sampai kebijakan strategis daerah.

Namun, ada satu momen yang cukup membekas. Saat Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni, bergabung dalam obrolan. Beliau memperlihatkan lewat ponselnya sebuah proyek kecil yang sedang digarap bersama adiknya.

Sebuah buku untuk anak-anak PAUD, yang secara isi dan tampilan sangat “Bontang”.

Ilustrasinya cerah dan berwarna. Ada ikan bawis, cumi-cumi, udang kembung, bulu babi. Terumbu karangnya pun digambar ceria dan menarik. Ada juga animasi dirinya, digambarkan bersama dua anak PAUD sedang berada di atas permukaan laut, memandang ke dasar laut dan kehidupan di dalamnya. “Ini nanti buku anak-anak PAUD. Kita buat yang dekat dengan Bontang,” ucapnya, dikutip dari MediaKaltim.

Sebagai Bunda Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Kota Bontang, Bu Neni memang menaruh perhatian khusus pada pendidikan usia dini. Tapi kali ini saya melihat upaya yang lebih konkret: mendesain buku yang tidak sekadar lucu, tapi punya isi dan arah yang jelas. Menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

Narasinya tidak menggurui, tetapi mengajak. Seperti salah satu kalimat yang saya ingat, “Allah menitipkan laut ini kepada kita, supaya kita menjaga dan merawatnya dengan baik.”

Tak hanya edukatif, buku ini juga memperkenalkan kearifan lokal. Seperti tentang bulu babi yang dijelaskan bukan hanya kaya protein dan Omega-3, tetapi juga sebagai indikator adanya logam berat di perairan.

Pendekatan seperti ini jarang ditemukan dalam buku anak. Justru penting, agar anak-anak mengenal laut sejak dini. Bukan hanya sebagai tempat wisata, tapi sebagai ekosistem yang harus dirawat dan dihargai.

Rencananya, buku ini akan diterbitkan sekitar September 2025. Terdiri atas 35 halaman dalam format landscape ukuran A4. Ilustrasi dan animasinya digarap oleh Himawan, seniman asal Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Dari yang saya lihat, pengerjaannya dilakukan dengan serius dan detail.

Menariknya, buku anak ini bukan satu-satunya yang sedang disiapkan. Bu Neni juga memperlihatkan rancangan buku lain yang berisi narasi edukatif tentang Bontang. Isinya mencakup asal-usul, hikayat lokal, pembagian wilayah tiga kecamatan dan 15 kelurahan, serta kekhasan sosial budaya yang ada.

“Ini Bontang menurut versi saya,” ujarnya sambil tersenyum. Wajar, setiap kepala daerah memang punya cara sendiri menarasikan kotanya.

Jika dua buku ini jadi diluncurkan, maka total sudah ada enam buku yang dihasilkan Neni Moerniaeni. Sebelumnya, ia telah menulis dan menerbitkan empat buku lain dengan pendekatan khas—menggabungkan pengalaman birokrasi, nilai-nilai sosial, dan komunikasi publik.

Yang saya tangkap, ini bukan sekadar proyek seremonial. Ini bentuk kepedulian yang diwujudkan melalui media sederhana: buku. Baik untuk anak-anak, maupun untuk masyarakat umum, agar mereka tumbuh dengan pemahaman bahwa Bontang bukan hanya kota industri, tetapi juga kota dengan identitas yang kaya dan penuh cerita.

Bontang dikenal sebagai kota industri. Tapi jangan lupa, kota ini juga punya laut yang kaya, biota yang khas, dan anak-anak yang berhak mengenalnya sejak kecil. Kalau bicara pembangunan jangka panjang, ini salah satu jalannya.

Dimulai dari literasi. Dari cerita. Dari anak-anak PAUD yang tahu apa itu bawis, squid, dan mengapa bulu babi tak boleh dipijak.

Saya punya keyakinan: tidak semua bentuk kepemimpinan harus ditunjukkan lewat batu pertama pembangunan atau gunting pita. Kadang cukup lewat halaman buku. Lewat animasi kecil yang menggambarkan pemimpinnya menyelam bersama anak-anaknya, menjaga laut yang dititipkan Tuhan.

Sebuah kota tidak cukup dibangun dengan beton. Tapi dengan cerita yang ditanamkan sejak kecil—dan itulah yang sedang dikerjakan dari halaman demi halaman buku ini. {}