Yudha Novanza Utama Tekankan Pentingnya Revisi UU Penyiaran Hadapi Tantangan Era Digital

Berita GolkarAnggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Yudha Novanza Utama, menggelar kegiatan sosialisasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Kamis (10/4/2025).

Acara ini melibatkan sejumlah tokoh penting di dunia penyiaran, termasuk Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Selatan, Herfriady, MA serta dihadiri oleh 50 peserta dari Karang Taruna dan berbagai tamu undangan lainnya.

Dalam kegiatan yang berlangsung di ruang Pertemuan KPID Sumsel dibahas secara mendalam tentang tiga bidang strategis dalam pengawasan penyiaran, yaitu koordinator bidang pengawasan Nova Rizal, bidang Kelembagaan dan Pengembangan Sistem Penyiaran Publik (KPSP) dan bidang lainnya.

Para narasumber memaparkan urgensi revisi UU Penyiaran mengingat banyaknya perkembangan teknologi dan media digital yang belum diakomodasi dalam regulasi yang berlaku saat ini.

Yudha Bule ,sapaan akrab Yudha Novanza Utama, menegaskan bahwa UU Penyiaran yang ada saat ini sudah tidak relevan karena belum mengatur konten digital, sementara pola konsumsi masyarakat telah banyak berpindah ke platform daring.

Oleh karena itu, Komisi I DPR RI menempatkan revisi undang-undang ini sebagai prioritas legislasi demi melahirkan regulasi yang lebih komprehensif dan adaptif.

“Kami ingin mengakomodasi semua pihak, termasuk Dewan Pers dan pelaku industri, agar UU baru bisa diterima dengan masukan yang jelas dan tidak menimbulkan konflik,” ujar Yudha, dikutip dari DetikSumsel.

Ketua KPID Sumsel, Herfriady juga menyoroti pentingnya penguatan kelembagaan KPID agar dapat bekerja lebih maksimal.

Ia berharap agar KPID bisa menjadi lembaga vertikal seperti KPU, sehingga tidak lagi bergantung pada dana hibah daerah. Tahun ini, KPID Sumsel hanya menerima anggaran Rp2,5 miliar, yang dianggap belum mencukupi untuk menjalankan tugas pengawasan secara optimal.

Nova Rizal menambahkan bahwa tantangan KPID di daerah masih besar, mulai dari pengawasan konten siaran hingga edukasi masyarakat agar tidak salah dalam melaporkan pelanggaran penyiaran.

Ia berharap revisi UU Penyiaran juga menyertakan ketentuan spesifik terkait pengawasan konten internet agar tidak tumpang tindih dengan industri digital.

Sementara itu, Medi Puspa dari bidang pengawasan isi siaran menyoroti permasalahan perizinan lembaga penyiaran, terutama terkait digitalisasi yang kerap menyulitkan pelaku usaha di daerah.

Ia menegaskan bahwa setiap daerah memiliki karakteristik berbeda, sehingga proses perizinan sebaiknya mempertimbangkan kebutuhan lokal.

Diketahui, di Sumsel terdapat sekitar 110 lembaga penyiaran. Beberapa radio seperti Smart FM bahkan sudah tidak bersiaran lagi. Meski demikian, hampir seluruh 17 kabupaten/kota di provinsi ini memiliki siaran radio aktif, yang menunjukkan tingginya animo masyarakat terhadap media penyiaran.

Dengan adanya revisi UU Penyiaran, diharapkan pengawasan dan pembinaan terhadap lembaga penyiaran bisa berjalan lebih baik. {}