Yudha Novanza Utama: Tujuan RUU Penyiaran Menciptakan Ekosistem Media Yang Sehat dan Demokratis

Berita GolkarPerkembangan teknologi komunikasi dan informasi saat ini memungkinkan penyiaran informasi dilakukan lewat berbagai platform atau multiplatform. Sehingga perlu adanya aturan yang menjadi Solusi, dalam interaksi antara penyedia dan pengguna layanan siaran.

Menyikapi adanya perubahan fundamental industri penyiaran, anggota komisi I DPR-RI dari Fraksi Partai Golkar Yudha Novanza Utama mengatakan pentingnya reformasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang sebelumnya telah diubah melalui UU Cipta Kerja.

Maka, Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia melalui Panja RUU Penyiaran, melaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Direktur Jendral Ekosistem Digital, Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radio Republik Indonesia (RRI), LPP TVRI , dan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara, Senin (10/3/2025) yang lalu.

Anggota Panja RUU Penyiaran, Yudha Novanza Utama Komisi I dari Fraksi Partai Golkar mengatakan, bahwa pentingnya keberadaan aturan dalam hal ini Undang-undang menunjukkan adanya kehadiran negara dalam pengaturan penyiaran di Indonesia. Sehingga menciptakan ekosistem media yang demokratis, adil, dan tidak mengurangi kebebasan pers.

“RUU Penyiaran yang dibahas saat ini, memiliki tujuan untuk menciptakan ekosistem media yang sehat dan demokratis. Sehingga menjadi Solusi, yang adaptif dan bersifat inklusif, bukan sebaliknya untuk membatasi kebebasan kawan-kawan pers,” terangnya.

Adanya RUU Penyiaran ini juga, bisa menghadapi tantangan kompleks akibat beragamnya bentuk, kanal distribusi, dan pola konsumsi konten digital. Pendekatan regulasi baru diperlukan untuk menyeimbangkan perlindungan publik dengan dinamika inovasi ekonomi digital.

“Nantinya akan ada standar dan kode Etik Multiplatform, salah satunya system sensor yang menjadi model transparansi, klasifikasi konten, dan pemberdayaan pengguna. Sehingga nantinya, bisa memberikan perlindungan komprehensif mencakup: verifikasi usia yang efektif, algoritma yang mempertimbangkan faktor usia, khususnya untuk anak-anak,” ujar yudha.

Pengaturan konten lokal, lanjutnya, perlu adanya pembaharuan melalui aturan untuk platform digital, yang memiliki perpustakaan konten lebih besar, mencakup kewajiban investasi dalam produksi lokal, ketersediaan dan visibilitas konten Indonesia, serta partisipasi dalam pengembangan industri kreatif nasional. Kebijakan didukung insentif fiskal, pengembangan talenta, dan infrastruktur produksi.

“Pendekatan menyeimbangkan kebebasan berekspresi dengan tanggung jawab terhadap standar konten melalui penguatan mekanisme moderasi komunitas, edukasi kreator, dan transparansi pedoman konten platform,” terangnya.

Dijelaskannya, dalam hal ini negara memiliki Lembaga penyiaran sekaligus masuk dalam unsur Pers, yang mampu memberikan pedoman dalam penyusunan RUU Penyiaran.

“Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2002 Pasal 14 ayat (1) menetapkan bahwa Lembaga Penyiaran Publik adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan Masyarakat,” bebernya.

“Dalam era digital yang rentan terhadap disinformasi, lembaga pemberitaan milik negara memiliki peran strategis sebagai sumber berita yang kredibel,” tegasnya.

Ditambahkan Yudha lagi, dengan masukan dari berbagai lembaga dan organisasi seperti PRSSNI, ATVSI, dll pada rapat dengar pendapat umum hari Kamis (13 Maret 2025) diharapkan dapat menghasilkan masukan yang komprehensif untuk penyusunan RUU Penyiaran yang adaptif terhadap perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, serta mampu melindungi kepentingan nasional di era multiplatform.

“Masukan yang diperoleh nantinya, akan menjadi bagian dari proses konsultasi publik yang komprehensif, melibatkan berbagai pemangku kepentingan termasuk lembaga pemerintah,” pungkasnya.

Leave a Reply