Zulfikar Arse Sadikin: Reforma Agraria di NTT Harus Dipercepat Untuk Tingkatkan PNBP dan Atasi Sengketa Tanah

Berita GolkarWakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, menyoroti lambannya proses reforma agraria di wilayah tertinggal seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), yang hingga kini masih menghadapi berbagai persoalan mendasar di sektor pertanahan.

Dalam keterangannya, Zulfikar menyebut bahwa baru sekitar 45 persen bidang tanah di NTT yang terdaftar secara resmi, sementara sisanya belum memiliki kepastian hukum yang jelas.

“Lebih dari separuh lahan di wilayah tersebut belum bersertifikat. Ini bukan hanya berdampak pada potensi konflik dan sengketa agraria, tetapi juga menahan laju penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor pertanahan,” ungkapnya dalam pernyataannya dikutip redaksi Golkarpedia dari tayangan TVR Parlemen, Selasa (29/7).

Zulfikar menekankan, penyelesaian sengketa tanah serta percepatan pendaftaran tanah sangat berkaitan erat dengan peningkatan pendapatan negara. Ia mencontohkan kondisi di Kabupaten Manggarai yang saat ini baru mencatatkan 45 persen bidang tanah. Menurutnya, jika angka ini bisa ditingkatkan secara signifikan, maka penerimaan negara pun akan ikut terdongkrak.

“Ada sengketa, ada konflik. Kalau itu semua bisa dituntaskan maka PNBP juga akan naik, termasuk kalau semua lahan tanah yang ada di Manggarai tadi yang baru 45 persen tercapai, kalau bisa tahun ini makin baik, katakanlah bisa mencapai 100 persen, tentu PNBP juga akan naik,” tegas politisi Partai Golkar ini.

Dalam konteks reforma agraria, Zulfikar menyampaikan apresiasi terhadap berbagai upaya redistribusi tanah yang telah dilakukan. Meski begitu, ia mendorong agar proses ini terus dilanjutkan dan diperluas cakupannya, terutama di daerah-daerah tertinggal yang selama ini tertinggal dalam aspek kepemilikan legalitas lahan.

“Terkait reforma agraria, teman-teman juga sudah bekerja, ada banyak bidang yang sudah diredistribusi. Mudah-mudahan ke depan bisa lebih banyak lagi,” katanya.

Zulfikar juga menyoroti pentingnya percepatan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) sebagai instrumen utama dalam memperjelas status pemanfaatan lahan. Ia mengungkapkan bahwa hingga kini, masih terdapat sembilan kabupaten/kota di NTT yang belum menyelesaikan dokumen RTRW-nya.

“Terakhir soal penyusunan RTRW, tadi ada 9 kabupaten kota yang belum. Semoga bisa segera diserahkan, karena semakin cepat penyelesaian tata ruang RTRW maupun RDTR maka lahan tanah itu bisa terkategorikan, dan itu semua nanti akan bisa mengurangi konflik,” tambahnya.

Komisi II DPR RI, menurut Zulfikar, akan terus mengawal jalannya reforma agraria, termasuk mempercepat proses administrasi dan teknis penyusunan tata ruang. Langkah ini dipandang penting untuk memberikan kepastian hukum atas lahan, mendorong investasi daerah, serta membangun keadilan agraria yang lebih merata, khususnya di kawasan-kawasan tertinggal seperti NTT.

Leave a Reply