Berita Golkar – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan Indonesia masuk 10 besar penyumbang produk manufaktur dunia. Indonesia menjadi satu-satunya negara ASEAN di daftar yang dikeluarkan oleh safeguardglobal.com.
Berdasarkan publikasi tersebut, Indonesia berkontribusi sebesar 1,4% kepada produk manufaktur global. Capaian ini merupakan kenaikan yang berarti karena pada empat tahun lalu Indonesia masih berada di posisi 16.
“Ini merupakan kenaikan tingkat karena pada tahun ini kita masuk dalam kategori 10 besar. Indonesia merupakan powerhouse manufaktur terbesar di ASEAN,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan tertulis, Kamis (21/12/2023).
Agus menjelaskan kenaikan peringkat itu menandakan bahwa sektor manufaktur memberikan multiplier effect kepada sektor lainnya. Sebagai gambaran dengan meningkatnya output industri, sektor transportasi juga akan meningkat, demikian juga dengan sektor energi, pertanian, perkebunan, dan kelautan yang merupakan sumber-sumber bahan baku dan faktor-faktor input produksi bagi sektor manufaktur.
Posisi Indonesia di jajaran manufaktur dunia diperkuat oleh nilai output industri yang terus meningkat pada periode 2020 hingga September 2023. Di 2020 nilai output industri diklaim tercatat US$ 210,4 miliar, meningkat ke US$ 228,32 miliar pada 2021 dan kembali meningkat ke US$ 241,87 miliar di 2022. Sampai September 2023 nilai output industri mencapai sekitar US$ 192,54 miliar.
Meningkatnya daya saing sektor industri di Indonesia juga didukung oleh realisasi investasi, baik dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA). Investasi di sektor industri manufaktur diklaim terus menunjukkan peningkatan dari Rp 213,4 triliun pada 2020, menjadi Rp 307,6 triliun di 2021, kemudian mencapai Rp 457,6 triliun pada 2022.
“Pada Januari hingga September 2023, investasi di sektor manufaktur telah tercatat hingga Rp 413 triliun,” terang Agus.
Produk industri manufaktur telah terbukti merambah pasar ekspor, ditunjukkan oleh dominasi sektor industri manufaktur pada total ekspor Indonesia. Ekspor industri manufaktur yang pada 2020 tercatat sebesar US$ 131,09 miliar, meningkat menjadi US$ 177,2 miliar pada 2021.
Di 2022 angka ekspor industri manufaktur mencapai US$ 206,06 miliar atau meningkat 16,29% dari capaian di tahun sebelumnya. Sedangkan pada Januari-November 2023, angkanya mencapai US$ 171,23 miliar.
Produktivitas sektor manufaktur juga diklaim berhasil membuka semakin banyak lapangan kerja. Pada masa pandemi COVID-19, jumlah tenaga kerjanya sebanyak 17,49 juta, kemudian berangsur naik menjadi 18,19 juta di 2021 dan 18,90 juta pada 2022. Terbaru, data Sakernas Agustus 2023 menunjukkan jumlah tenaga kerja sektor industri pengolahan nonmigas sejumlah 19,29 juta pekerja.
Kemudian Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang selama 27 bulan berturut-turut terus berada di level ekspansi. Hal ini menunjukkan kinerja sektor manufaktur Indonesia stabil, meskipun perekonomian global belum kunjung stabil, dapat menjaga persepsi para pelaku industri mengenai kondisi usahanya.
“Ini menunjukkan kondisi sektor manufaktur Indonesia yang stabil. Hingga saat ini hanya ada dua negara di dunia, yaitu India dan Indonesia yang berada dalam posisi ini,” jelas Agus.
Saat ini pemerintah sedang menggalakkan semangat hilirisasi industri di dalam negeri yang merupakan faktor penting dan sangat berpengaruh pada resiliensi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Fokus kebijakan hilirisasi industri berada pada tiga sektor, yakni industri berbasis agro, bahan tambang dan mineral, serta migas dan batubara.
“Melalui kebijakan ini, sumber daya kita yang melimpah tidak hanya akan diambil dan diekspor dalam bentuk mentah, tetapi juga didorong untuk diolah menciptakan ribuan industri turunan yang meningkatkan nilai tambah,” kata Agus.
Upaya lain yang dijalankan untuk menjaga produktivitas sektor industri antara lain melalui penambahan komoditas untuk neraca komoditas. Hal ini untuk menjamin pasokan bahan baku dan bahan penolong, serta mendukung nilai tambah dan hilirisasi di dalam negeri.
Kemudian, memastikan pelaksanaan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk industri terus berjalan dengan baik, karena kebijakan ini telah terbukti meningkatkan efisiensi industri, terutama pada biaya operasional. Selanjutnya mengintensifkan upaya peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN).
Kemenperin juga menjalankan program-program antara lain program pendidikan dan pelatihan vokasi, program Making Indonesia 4.0, program nilai tambah dan daya saing industri, serta restrukturisasi mesin dan peralatan industri untuk melakukan revitalisasi industri.
“Kemenperin juga terus mendorong penumbuhan dan pengembangan wirausaha baru untuk menaikkan kelas IKM dengan memanfaatkan teknologi digital,” pungkas Agus. {sumber}