Berita Golkar – Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut industri makanan dan minuman (Mamin) berperan penting menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini terlihat dari kontribusinya di triwulan I-2024 yang mencapai 39,91% terhadap PDB industri non-migas, dan 6,97% terhadap PDB nasional.
Agus menyebut pada triwulan I-2024, industri Mamin tumbuh 5,87% (YoY). Di sisi ekspor nilainya mencapai US$ 14,73 miliar atau sekitar Rp 237,15 triliun (kurs Rp 16.100) pada periode Januari-Mei 2024, sementara impor sebesar US$ 7,27 miliar.
“Sehingga sektor industri makanan dan minuman masih melanjutkan surplus neraca dagang sebesar US$ 7,46 miliar,” katanya dalam Business Matching dan Pameran Produk Artisan Indonesia di Kemenperin, Jakarta Selatan, Senin (5/8/2024).
Ia menambahkan, investasi di sektor ini juga semakin tumbuh dan diminati oleh investor. Ini terlihat dari perkembangan realisasi investasi yang mencapai Rp 26,08 triliun pada triwulan I-2024.
Agus menyebut Indonesia dikaruniai keragaman sumber daya hayati melimpah seperti kopi, teh, buah, dan kakao. Saat ini potensi tersebut telah dikembangkan oleh industri pengolahan dalam negeri dengan meningkatkan nilai tambah berorientasi ekspor.
Indonesia merupakan produsen produk olahan kakao terbesar ke-4 di dunia. Selain itu Indonesia berada di peringkat ke-7 di dunia sebagai produsen biji kakao terbesar.
Pada 2023, sektor ini mampu menyumbang devisa dengan nilai ekspor lebih dari US$ 1 miliar. Selain itu, 78% atau 300.287 ton dari total volume produksi industri pengolahan kakao diekspor ke 96 negara, seperti Amerika Serikat, India, China, Estonia, dan Malaysia.
Agus mencatat, ekspor produk olahan teh pada 2023 mencapai 37.878 ton atau senilai US$ 74,12 juta. Sementara industri pengolahan buah disebutnya cukup potensial, dengan volume ekspor olahan hasil hortikultura mencapai 328 juta ton atau setara US$ 449 juta pada 2023.
Produksi pengolahan kopi di Indonesia mencapai 426,5 ribu ton pada 2023 dengan nilai ekspor 97,3 ribu ton. Hal ini menjadikan Indonesia di posisi ke-4 penghasil kopi terbesar di dunia, di bawah Brasil (2,68 juta ton/tahun), Vietnam (1,5 juta ton/tahun), dan Kolombia (760 ribu ton/tahun).
“Meskipun demikian, variasi kopi Indonesia paling banyak di antara negara-negara lainnya. Ini bisa menjadi modal utama untuk pengembangan produk dari banyaknya varietas kopi Indonesia tersebut di masa yang akan datang,” imbuh Agus.
Apalagi, kata dia, saat ini minat masyarakat terhadap kopi berkembang pesat yang ditandai dengan tumbuhnya jumlah kedai kopi secara masif. Industri lainnya adalah pengolahan susu, dengan produk yang sedang berkembang di pasar mencakup keju dan yogurt.
Nilai ekspor produk susu meningkat sekitar 37% menjadi dari US$ 7,8 juta pada tahun 2021 menjadi US$ 10,7 juta pada 2023. Untuk produk yogurt, nilai ekspor pada tahun 2021 mencapai US$ 20 juta dan meningkat jadi US$ 23,1 juta atau 15% pada 2023.
“Namun demikian, kedua nilai ekspor ini masih sangat kecil, dibandingkan negara tetangga, Selandia Baru, yang mengekspor produk susu hingga US$ 904,20 juta sehingga menguasai 8,2% pangsa pasar susu dunia,” ungkapnya.
Adapun Kementerian Perindustrian melalui Direktorat Jenderal Industri Agro menyelenggarakan Business Matching dan Pameran Produk Artisan Indonesia (Kopi, Teh, Kakao, Buah, dan Olahan Susu) yang dilaksanakan pada 5-8 Agustus 2024.
“Saya berharap tercipta lebih banyak kolaborasi antara pelaku usaha produk speciality Indonesia dengan pelaku bisnis pengguna seperti hotel, restaurant, dan retailers internasional sehingga brand image produk speciality Indonesia dapat semakin mendunia,” pungkasnya. {sumber}