Berita Golkar – Keputusan Presiden Prabowo Subianto membentuk Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional penting untuk dicermati. Kebijakan itu bukan hanya demi merealisasikan program pemerintahannya sebagaimana termaktub dalam Asta Cita, tetapi juga sebagai langkah strategis untuk mewujudkan visi Indonesia Emas pada 2045.
Namun, hilirisasi bukan program autopilot. Tak cukup hanya dengan menjalankannya sesuai program yang telah ditetapkan, melainkan juga penting untuk dilakukan upaya-upaya percepatan atau akselerasi. Tantangan dan rintangan yang menghambat selama ini diharapkan dapat diterjang dengan keberadaan satgas yang diketuai oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia tersebut.
Presiden bukan tanpa sebab menugaskan Bahlil Lahadalia sebagai Ketua Satgas Hilirisasi. Alasan pertama, Bahlil sewaktu menjabat menteri investasi/BKPM adalah konseptor hilirisasi utamanya di bidang mineral dan batu bara. Alasan kedua adalah prestasi Bahlil sebagai menteri investasi terbilang sangat berhasil memompa investasi di Indonesia.
Realisasi investasi selalu melampaui RPJMN dan target presiden, pada 2019 sebesar Rp 826,3 triliun dari target Rp 817 triliun; 2021 senilai Rp 901 triliun dari target Rp 858,5 triliun; 2022 mencapai Rp 1.207 triliun dari target Rp 1.200 triliun; dan 2023 sebanyak Rp 1.418,90 triliun dari target Rp 1.400 triliun (Antara, 24/1/2024).
Gabungan dua alasan itulah yang menjadikan Presiden meyakini tugas sebagai Ketua Satgas akan berhasil diemban Bahlil.
Empat Substansi
Ada empat substansi tugas utama Satgas Hilirisasi, antara lain memetakan sumber bahan baku, merumuskan pembiayaan, mengelola perizinan, dan hilirisasi dikoordinasikan dengan baik. Pada substansi pertama, Satgas ditugaskan untuk merumuskan, mengusulkan, dan menetapkan area-area terkait sumber daya bahan baku di lingkup energi dan sumber daya mineral maupun di tempat lain.
Satgas telah memetakan sebanyak 28 komoditas, mencakup batu bara hingga rumput laut, untuk dipacu proses hilirisasinya agar menghasilkan potensi pendapatan negara dari investasi senilai US$ 618,1 miliar atau setara Rp 9.827,7 triliun sekurang-kurangnya sampai tahun 2040. (Bisnis.com, 11/12/2024).
Kedua, Satgas diperintahkan untuk merumuskan, mengidentifikasi, dan merekomendasikan pembiayaan. Pelibatan lembaga keuangan dalam negeri, melalui perbankan atau non-perbankan dan tak menutup kemungkinan melalui APBN- merupakan strategi penting untuk mendukung kebijakan hilirisasi.
Selama ini berkembang persepsi bahwa kebijakan hilirisasi hanya menguntungkan pihak asing. Dengan melibatkan lembaga keuangan domestik, persepsi itu akan terkikis, tetapi pada saat yang bersamaan juga akan memperkuat sektor keuangan nasional sekaligus mendorong kemandirian ekonomi.
Ketiga, Satgas ditugaskan untuk menyelesaikan sinkronisasi kebijakan pada hilirisasi yang tumpang tindih, misalnya dari segi perizinan atau regulasi dan pemanfaatan lahan. Masalah tumpang-tindih regulasi kerap menghambat investasi pemerintah maupun swasta.
Dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas, misalnya, kerap ditemui hambatan ketika lahan migas berada di kawasan hutan lindung yang dilindungi oleh Undang-Undang Kehutanan, sementara aktivitas migas merupakan amanat Undang-Undang tentang Minyak dan Gas Bumi.
Keempat, Satgas bertugas memastikan hilirisasi berjalan secara berkeadilan dan dikoordinasikan dengan baik. Koordinasi lintas sektor dan kementerian/lembaga selama ini kerap tak selaras dan mengakibatkan di antaranya ego sektoral dan tumpang-tindih aturan, sehingga menghambat percepatan hilirisasi.
Konduktor Orkestra Hilirisasi
Berbagai potensi yang disertai banyak tantangan dan rintangan itu mesti diatasi segera untuk percepatan hilirisasi hingga meraih hasil maksimal, yakni meningkatkan investasi dan menciptakan nilai tambah di dalam negeri. Apalagi Presiden Prabowo mematok target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen pada 2028-2029.
Target yang cukup tinggi tersebut, yang bakal digenjot melalui percepatan industrialisasi dan hilirisasi, tidak akan tercapai jika karut-marut masalah hilirisasi belum teratasi. Pertumbuhan ekonomi meniscayakan ada pencetusnya, yakni investasi, dan investasi yang akan berdampak signifikan ialah pada hilirisasi.
Tujuan utama hilirisasi ialah menciptakan nilai tambah, meningkatkan daya saing produk, dan menciptakan lapangan kerja di dalam negeri, juga mempercepat pertumbuhan industri manufaktur berbasis sumber daya alam. Proses itu juga dapat membantu mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah atau produk dasar, meningkatkan diversifikasi ekonomi, dan merangsang pertumbuhan ekonomi.
Pada aspek inilah peran Satgas Hilirisasi menjadi sangat sentral dan strategis. Komposisinya, yang beranggotakan Menteri Hukum, Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri BUMN, Menteri KLHK, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Perdagangan, Jaksa Agung, dan Kepala Polri, menegaskan betapa satgas itu dituntut untuk mengatasi berbagai permasalahan yang lintas sektor dan kementerian/lembaga. Karena melibatkan multipihak, peran penyelaras ada di tangan sang ketua, Bahlil Lahadalia.
Ibarat sebuah tim orkestra yang terdiri dari sejumlah kelompok pemain alat musik, Ketua Satgas berperan sebagai konduktor yang bertugas memimpin dan mengharmonisasi mereka, yang dalam konteks hilirisasi ini untuk menciptakan lingkungan rantai suplai yang melibatkan pabrikan dalam negeri, lembaga perbankan nasional, akademisi, dan UMKM sehingga menjadi sinergis agar terbangun ekosistem industri yang kondusif dan tangguh.
Apabila upaya percepatan berjalan sesuai yang diharapkan, hilirisasi industri akan memainkan peran signifikan dalam menarik investasi ke Indonesia. Target investasi sebesar Rp 13.032 triliun pada 2025-2029 dan pertumbuhan ekonomi 8 persen pada 2029 merupakan sesuatu yang realistis dan bahkan akan terlampaui.
Pencapaian itu akan menjadi fondasi yang kokoh untuk melanjutkan pembangunan pada tahun-tahun berikutnya hingga 2045. Masa dua puluh tahun tampak masih lama; tetapi, bagi sebuah bangsa, untuk mengejar ketertinggalan dan menyongsong kemajuan, itu sekejap mata. Tak ada yang boleh disia-siakan. {}
Oleh: Sarmuji, Anggota Komisi VI DPR RI, Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, dan Sekjen Partai Golkar