Berita Golkar – Indonesia akan tetap memegang teguh prinsip politik luar negeri bebas aktif di tengah dinamika geopolitik global yang kian memanas dan mengarah pada potensi terjadinya Perang Dunia ke-3. Pasalnya, eskalasi konflik Iran dan Israel yang terus meningkat disebut-sebut bisa memicu perang antar negara.
Hal itu disampaikan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI, TB Ace Hasan Syadzily, saat tanya jawab dengan mahasiswa dalam kuliah tamu spesial di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan, Jumat (20/6/2025).
“Kita (Indonesia) ini kan memegang prinsip politik bebas aktif. Kita tidak berpihak kepada salah satu kekuatan besar. Kita adalah negara yang memiliki kepedulian untuk menciptakan perdamaian dunia,” ujar Ace dalam kuliahnya, dikutip dari RMOL.
Sebab, kata Ace, politik bebas aktif yang dianut Indonesia tertuang dalam konsitusi UUD 1945. “Itu prinsip dasar dari konstitusi kita. Dan saya kira kita harus terus memegang prinsip-prinsip dasar tersebut,” tegas Ketua Umum Ikatan Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Ace lantas menyebut bahwa langkah Indonesia bergabung dengan BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan South Africa) pun merupakan upaya strategis untuk menjaga keseimbangan geopolitik dunia. “Itu adalah bagian menunjukkan bahwa memang kita ingin menjaga keseimbangan tetap global dunia saat ini” kata Ace.
Ace yang juga Waketum DPP Partai Golkar ini pun menyinggung sikap keras Indonesia terhadap agresi Israel di Palestina, yang menurutnya adalah bagian dari konsistensi posisi Indonesia dalam mendukung kemerdekaan dan perdamaian.
“Nah upaya kita untuk tetap memainkan peran-peran di dunia internasional, itu terus dilakukan, walaupun konsekuensinya tentu ada berbagai negara yang pasti akan merasa dirugikan terhadap keberpihakan kita, terhadap negara-negara tersebut,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ace menjelaskan bahwa dalam hubungan internasional, setiap negara memiliki kepentingan nasional masing-masing yang bisa berbeda dalam menyikapi konflik global. Ia mencontohkan dalam hal ini konflik Iran-Israel.
“Misalnya hari ini, konflik antara Iran dengan Israel. Kalau secara logika berpikir kita, harusnya semua negara-negara (Liga Arab) terutama negara-negara Timur Tengah, pro-nya terhadap Iran dong. Betul gak? Betul gak? Harusnya pro-nya terhadap Iran. Kenapa? Karena dia yang biang keladi dari konflik di negara-negara Timur Tengah, ya Israel. Tapi hari ini pangkalan militer Amerika adanya di Arab Saudi juga di Qatar. Jadi artinya membaca hubungan internasional itu tidak bisa dilakukan dalam konteks semata-mata apa yang mau kita. Tetapi setiap negara pasti di situlah mereka punya kepentingan nasionalnya masing-masing,” ungkapnya.
Tak hanya itu, Ace juga mencontohkan konflik di Timur Tengah dan Laut Cina Selatan. Bahkan di antara negara-negara ASEAN pun tidak satu suara dalam menyikapi Laut Cina Selatan.
“Padahal kita ini satu organisasi multilateral. Tetapi coba ini bisa menjadi bahan kajian hubungan internasional. Setiap negara di ASEAN menghadapi dan mensikapi Laut Cina Selatan berbeda-beda. Betul nggak? Filipina beda. Vietnam beda,” jelasnya.
Atas dasar itu, Ace berharap mahasiswa sebagai calon pemikir dan pemimpin masa depan dapat memahami realitas ini secara objektif dan kritis. Bahwa tidak semua persoalan global bisa dilihat hitam-putih karena politik luar negeri itu kompleks.
“Jadi artinya membaca hubungan internasional itu tidak bisa dilakukan dalam konteks semata-mata apa yang mau kita. Tetapi setiap negara pasti di situlah mereka punya kepentingan nasionalnya masing-masing,” pungkasnya. {}